Karyawati diajak kencan atasan sebagai syarat perpanjang kontrak, organisasi buruh perempuan: ‘Sudah terjadi bertahun-tahun lalu’

Diposting pada

Penelitian yang dilakukan LSM Perempuan Mahardhika pada 2017 menemukan setidaknya ada sembilan kasus buruh yang diajak kencan dan berorientasi seksual oleh atasan perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara.

Namun kasus-kasus itu tidak ada yang diadvokasi karena para korban takut kehilangan pekerjaan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi, mengatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengusut kasus di Cikarang.

Koordinator LSM Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi, mengatakan fenomena atasan perusahaan yang mensyaratkan ‘staycation‘ kepada pekerja perempuannya sebagai syarat memperpanjang kontrak sudah lama menjadi “rahasia umum” di antara sesama buruh pabrik. Akan tetapi, hampir tak pernah ada yang berani melapor ke serikat pekerja karena diancam bakal dipecat lantaran status mereka masih kontrak. “Posisi buruh itu rentan, apalagi yang statusnya kerja kontrak di mana pemegang keputusan adalah manajemen,” ucap Mutiara Ika Pratiwi “Jadi situasinya nyata, dan terjadi bertahun-tahun yang lalu,” sambungnya.

Kendati demikian melalui penelitian yang dilakukan pada 2017 sebanyak 437 buruh perempuan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) mengaku pernah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Dari angka itu, 358 orang menyatakan pernah mengalami pelecehan verbal dan 331 lainnya mengalami pelecehan seksual fisik. Khusus pelecehan fisik berupa ajakan kencan atau ‘staycation‘ yang seringkali berorientasi seksual tercatat ada sembilan kasus.

“Jumlah kasusnya memang tidak sebanyak pelecehan verbal seperti siulan, rayuan, atau ejekan terhadap tubuh. Karena praktik itu [ajakan kencan] berisiko dan pelaku menarget korban,” jelas Ika. Ika meyakini kasus seperti ini tidak hanya terjadi di pabrik garmen namun di banyak perusahaan lain.

Sebab kasus pelecehan atau kekerasan seksual muncul karena ketimpangan relasi kuasa. Bukan diakibatkan pakaian ataupun sektor perusahaannya. Kepala Divisi Anak dan Perempuan DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN), Sumiyati, sependapat. Dia bahkan khawatir dengan adanya UU Cipta Kerja yang tak lagi membatasi periode kontrak membuat buruh makin rentan diperdaya.

“Sekarang itu kalau mau kerja atau perpanjang kontrak sampai ada yang harus bayar loh. Tapi hal begini kan tidak terungkap,” imbuh Sumiyati. Sumiyati juga mensinyalir praktik ajakan ‘staycation‘ sebagai syarat memperpanjang kontrak di perusahaan yang diduga ada di Cikarang sudah berlangsung lama.

Itu sebabnya Sumiyati dan Ika mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengimplementasikan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di dunia kerja.

Menurut mereka, mekanisme pengaduan soal pelecehan dan kekerasan seksual di pabrik tidak melindungi korban.

Selain itu, pedoman pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja yang dikeluarkan Kemnaker pada 2011, kata Ika, tidak tersosialisasikan dengan baik.

“Peristiwa kekerasan atau pelecehan seksual itu tidak mudah dilaporkan. Harus ada mekanisme pengaduan yang melindungi korban di tempat kerja,” tutur Ika.

“Selama ini pengaduannya lewat kotak keluhan.”

“Semoga kasus ini menjadi wake up call buat Kemnaker, karena isu ini sudah sering disampaikan.”