Kader PSI Dian Sandi Dilaporkan ke Bareskrim Usai Unggah Foto Ijazah Jokowi

Diposting pada

Jakarta, 13 Mei 2025 – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan menyebarkan dokumen pribadi tanpa izin. Laporan ini menyusul unggahan Dian berupa foto ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) di akun media sosial X miliknya pada 1 April 2025.

Laporan terhadap Dian diajukan oleh seorang dosen dari Universitas Sumatera Utara (USU) berinisial YLH pada 24 April 2025. Dalam dokumen laporan yang diterima redaksi, Dian disangkakan melanggar Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berkaitan dengan distribusi dokumen elektronik tanpa izin.

“Benar saya dilaporkan. Tapi sejauh ini belum ada surat pemanggilan dari Bareskrim Polri,” ujar Dian Sandi, yang juga mantan Ketua PSI NTB, saat dikonfirmasi via telepon, Selasa (13/5/2025).

YLH menilai unggahan Dian telah menimbulkan kegaduhan di media sosial, meski tidak secara langsung menyangkut keaslian ijazah tersebut. Dian membantah memiliki niat membuat polemik dan menegaskan bahwa tindakan tersebut dilandasi niat baik untuk meredam isu liar.

“Niat saya mengunggah karena banyak yang berasumsi dan beropini soal ijazah Jokowi, itu yang kami lawan,” kata Dian.

Dalam pernyataannya sebelumnya, Dian menyebut unggahan tersebut dilatarbelakangi oleh rasa tidak terima atas hinaan terhadap Presiden Jokowi, yang disebutnya sebagai bentuk kecintaan pribadi terhadap sosok kepala negara tersebut.

Dian menjelaskan bahwa foto ijazah itu diperoleh dari seorang rekan, dan meyakini keasliannya karena menurutnya ijazah tersebut pernah dipublikasikan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2022.

“Itu foto saya dapat dari teman saya. Berani saya pastikan keasliannya karena pernah dipublikasikan oleh Universitas Gadjah Mada,” pungkasnya.

Catatan Redaksi

Isu ijazah Presiden Jokowi telah berulang kali mencuat dalam diskursus publik, meski pihak UGM sendiri pada beberapa kesempatan menyatakan keabsahan dokumen tersebut. Kasus ini kembali membuka perdebatan mengenai batas etis publikasi dokumen pribadi, meski dengan dalih kepentingan klarifikasi publik.