Jakarta – Ketua Komisi Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, membuka peluang dilakukannya revisi undang-undang (UU) demi memperbaiki institusi kepolisian. Hal ini disampaikannya setelah Presiden Prabowo Subianto membentuk komisi tersebut sebagai respons atas desakan publik pasca aksi demonstrasi dan pembakaran sejumlah kantor polisi pada Agustus 2025.
“Kalau nanti diperlukan, kita bisa saja bikin revisi undang-undang. Tapi kami akan mendengar dulu aspirasi dari berbagai kalangan,” ujar Jimly di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
Jimly menegaskan, Komisi Reformasi Polri akan menggelar rapat perdana pada Senin, 10 November 2025, di Mabes Polri. Rapat tersebut akan menjadi langkah awal dalam menyusun rekomendasi kebijakan dan sistem reformasi Polri, termasuk kemungkinan perubahan regulasi jika dianggap mendesak.
Sementara itu, Presiden Prabowo menjelaskan alasan memasukkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam komisi tersebut. Menurutnya, kehadiran Kapolri dan tiga mantan Kapolri diperlukan agar komisi memiliki akses langsung terhadap data serta masukan dari pihak kepolisian.
“Dengan ada Kapolri yang aktif, komisi bisa berdiskusi dan mendapatkan pandangan langsung dari dalam,” kata Prabowo di Istana Merdeka.
Prabowo menambahkan, Komisi Reformasi Polri ditugaskan melakukan kajian menyeluruh terhadap kekuatan dan kelemahan institusi Polri serta memberikan rekomendasi reformasi yang dibutuhkan. Ia juga menegaskan tidak memberikan batas waktu kerja bagi komisi tersebut, namun meminta laporan perkembangan setiap tiga bulan.
“Saya tidak batasi masa kerja komisi ini, tapi saya minta setiap tiga bulan ada laporan,” tegasnya.
Prabowo menutup dengan menekankan pentingnya supremasi hukum dan kepastian hukum sebagai dasar keadilan dan keberhasilan bangsa.










