Jejak Panjang Konsistensi Indonesia Tolak Atlet Israel Sejak era Sukarno

Diposting pada

Komite Olimpiade Internasional (IOC) menjatuhkan sanksi kepada Indonesia setelah kegagalan atlet senam Israel tampil di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta. Indonesia dinyatakan tidak dapat menjadi tuan rumah ajang olahraga dunia seperti Olimpiade, Olimpiade Remaja, hingga konferensi olahraga internasional. Sanksi ini berlaku sampai pemerintah Indonesia memberi jaminan akses bagi seluruh atlet tanpa diskriminasi.

Sanksi ini muncul setelah pemerintah Indonesia menolak memberikan visa kepada atlet senam asal Israel yang dijadwalkan bertanding pada 19–25 Oktober 2025 di Indonesia Arena. 

IOC juga menyerukan kepada seluruh federasi olahraga dunia untuk menangguhkan penyelenggaraan event internasional di Indonesia hingga pemerintah Indonesia menjamin akses tanpa pengecualian bagi seluruh peserta.

Aksi penolakan atlet asal Israel ternyata bukanlah hal baru bagi Indonesia. Sejak masa Presiden pertama Indonesia, Sukarno, Indonesia dikenal sebagai negara yang tegas menolak kehadiran Israel dalam ajang olahraga internasional.

Dari Asian Games 1962 hingga Kejuaraan Dunia Senam 2025, sikap Indonesia konsisten menolak diskriminasi dan kolonialisme, sekaligus menunjukkan solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Sukarno Tolak Israel di Asian Games 1962

Sikap politik luar negeri Indonesia yang berpihak kepada Palestina sudah mengakar sejak masa kepemimpinan Presiden Sukarno. Pada era Orde Lama, Sukarno dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia menolak segala bentuk kolonialisme dan imperialisme, termasuk yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina.

Pernyataan tegas itu bukan hanya retorika diplomatik. Dalam sejarah olahraga dunia, Indonesia di bawah kepemimpinan Sukarno berani menentang tekanan internasional dengan menolak keikutsertaan Israel di Asian Games IV 1962 di Jakarta. Akibatnya, Komite Olimpiade Internasional kala itu menangguhkan keanggotaan Indonesia dan melarang ikut Olimpiade Tokyo 1964. 

Sukarno tidak tinggal diam. Bung Karno justru menanggapinya dengan mendirikan Games of the New Emerging Forces atau GANEFO pada 1963, sebuah ajang tandingan Olimpiade yang diikuti oleh 51 negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa Timur. Lewat GANEFO, Indonesia menunjukkan bahwa politik dan olahraga tidak bisa dipisahkan dalam perjuangan melawan imperialisme.

Menteri Olahraga era Sukarno, Maladi, pernah memberi pernyataan tegas. “Sport (Olahraga) tidak dapat dipisahkan dari politik.” Pernyataan itu menjadi dasar filosofi GANEFO. Indonesia memandang olahraga bukan hanya kompetisi fisik, tetapi juga wadah perjuangan ideologis. 

Sikap ini membuat Indonesia dikenal sebagai pelopor perlawanan terhadap hegemoni barat dalam dunia olahraga. GANEFO membawa semangat dengan jargon Onward! No Retreat! (Maju Terus, Pantang Mundur!). Meskipun dikucilkan dari IOC, Indonesia berhasil membuktikan kemandirian dan solidaritas dunia ketiga di bawah bendera anti-kolonialisme.

Misha Zilberman, Pebulutangkis Israel

Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2015 tidak akan pernah dilupakan oleh Misha Zilberman. Pebulutangkis tunggal putra Israel itu sempat mendapat penolakan saat ingin mengunjungi Indonesia.

Tahun 2015, Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia BWF. Sejumlah pebulutangkis top dunia ikut ambil bagian, termasuk Zilberman. Namun, peristiwa tidak mengenakkan terjadi saat pemain itu dipersulit untuk mendapatkan visa ke Indonesia. Karena Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, Misha harus menunggu dua pekan di Singapura sebelum akhirnya diizinkan masuk.

Dia tiba di Indonesia malam sebelum pertandingan. Namun langsung tersingkir di putaran pertama setelah dikalahkan pebulutangkis Chinese Taipei, Hsu Jen Hao pada 11 Agustus 2015. Zilberman juga mengeluhkan tidak adanya bendera Israel di arena Istora Senayan serta perubahan jadwal pertandingan yang dinilai mengganggu konsentrasi. 

Terancam gagalnya Zilberman bertanding menjadi perhatian organisasi Yahudi. CEO World Jewish Congress, Robert Singer, mengecam Indonesia karena dianggap mencampuradukkan olahraga dengan politik. Zilberman bahkan mengaku mendapat teror di media sosial setibanya di Indonesia.

Selain di Indonesia, Zilberman juga dilarang masuk ke sejumlah negara Semenanjung Arab. Dia sempat meminta bantuan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) agar bisa tetap tampil di turnamen internasional tanpa kendala politik.

Piala Dunia U-20 2023

Situasi serupa kembali terjadi delapan tahun kemudian. Saat Indonesia bersiap menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Polemik mencuat setelah publik dan sejumlah kepala daerah menolak kehadiran tim nasional Israel yang lolos ke turnamen tersebut. 

FIFA akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi yang mengejutkan: Indonesia dicoret sebagai tuan rumah. Pengumuman itu disampaikan melalui situs resmi FIFA dalam empat bahasa. Meski demikian, FIFA memastikan masih akan membantu PSSI dalam pengembangan sepak bola nasional.

Akibat pencoretan tersebut, mimpi melihat tim nasional Indonesia bermain di kasta tertinggi sepak bola dunia di kandang sendiri pun pupus. Meski FIFA tidak menyebut alasan politik secara langsung, banyak pihak meyakini keputusan itu berkaitan erat dengan penolakan terhadap Israel.