Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi menahan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lampung Timur, Subandri Bachri, pada Senin malam (16/6/2025).
Subandri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gerbang rumah dinas Bupati Lampung Timur tahun anggaran 2022.
Penahanan dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjerat Subandri dalam kasus tersebut. Saat itu tersangka diketahui menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) ketika proyek dijalankan.
“Yang bersangkutan adalah mantan Kepala Dinas PUPR dan pejabat komitmen serta KPA,” ujar Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Khusus Kejati Lampung, Masagus Rudy, kepada wartawan.
Dalam proyek bernilai kontrak lebih dari Rp6,8 miliar itu, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp3,8 miliar, berdasarkan hasil audit dari akuntan publik independen.
“Untuk kepentingan penyidikan, Subandri kini ditahan di Polresta Bandar Lampung selama 20 hari ke depan,” ungkap Masagus.
Kejati belum menjelaskan secara rinci alasan teknis penempatan penahanan tersebut di luar Rutan Kelas I Bandar Lampung.
“Itu teknis dari penyidikan kami,” singkatnya.
Saat digiring penyidik ke mobil tahanan, tak sepatah kata pun keluar dari mulut Subandri. Dia hanya bungkam dan langsung jalan begitu saja meninggalkan wartawan.
Ikuti Jejak Dawam, Tersangka Lain dalam Kasus Korupsi Gerbang Rumah Dinas Bupati
Kasus korupsi pembangunan kawasan gerbang rumah dinas Bupati Lampung Timur itu sebelumnya telah menyeret mantan Bupati M. Dawam Rahardjo, yang lebih dahulu ditahan pada 17 April 2025 lalu. Selain Dawam dan Subandri, penyidik juga menetapkan tiga tersangka lainnya.
Mereka adalah AC, direktur perusahaan penyedia jasa konstruksi; SS, direktur perusahaan konsultan perencana dan pengawas; serta MDW, seorang ASN Kabupaten Lampung Timur yang menjabat sebagai PPK dalam proyek tersebut.
Modus korupsi itu dimulai dari keinginan Bupati Dawam untuk membangun ikon Kabupaten Lampung Timur, yang terinspirasi dari patung tugu di salah satu daerah di Provinsi Lampung.
Pada tahun 2021, Dawam meminta salah satu kepala SKPD untuk menyusun rencana pembangunan kawasan tersebut.
SS selaku direktur konsultan lantas meminjam perusahaan lain untuk mengerjakan jasa konsultasi dengan menggunakan desain yang dibuat oleh seorang seniman patung ternama dari Bali. Gambar tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mendapatkan proyek konsultansi.
Proyek Fiktif hingga Subkontrak
Setelah jasa konsultasi dianggap selesai, MDW yang merupakan PPK menyusun dokumen kerangka acuan kerja. Dalam penyusunannya, proyek tersebut disamarkan seolah-olah sebagai pekerjaan konstruksi biasa, padahal sejatinya membutuhkan keahlian khusus.
Atas perintah Dawam, MDW juga meminta proses tender segera dilakukan dan ‘menitipkan’ perusahaan milik AC alias AGS sebagai pemenang. Proyek tersebut akhirnya dimenangkan oleh CV GTA yang dipimpin AC, kemudian disubkontrakkan ke perusahaan lain.
Seluruh proses mulai dari perencanaan, tender, hingga pelaksanaan proyek diduga penuh rekayasa dan tidak sesuai prosedur, hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara yang cukup besar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider, mereka juga dikenakan Pasal 3 UU Tipidkor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukumannya minimal empat tahun penjara dan maksimal penjara seumur hidup.