Iran Percepat Proses Suksesi Pemimpin Tertinggi di Tengah Krisis Timur Tengah

Diposting pada

Teheran, 24 Juni 2025 – Pemerintah Iran mempercepat proses pencarian pengganti Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei di tengah meningkatnya ketegangan militer dengan Israel dan Amerika Serikat. Menurut lima sumber yang dikutip Reuters, komite rahasia yang dibentuk dua tahun lalu oleh Khamenei telah mengintensifkan diskusi internal untuk memastikan kesinambungan kekuasaan.

Khamenei, yang kini berusia 86 tahun, dilaporkan telah berlindung bersama keluarganya di lokasi rahasia yang dijaga ketat oleh pasukan elite Garda Revolusi, Vali-ye Amr. Ia tetap menerima pengarahan rutin terkait proses suksesi.

Dua nama yang mencuat sebagai calon kuat pengganti adalah putranya, Mojtaba Khamenei (56), yang dikenal konservatif dan memiliki pengaruh kuat meski tak memegang jabatan resmi, serta Hassan Khomeini (53), cucu pendiri Republik Islam Iran, yang dianggap lebih moderat dan dekat dengan faksi reformis.

Meski Mojtaba dianggap sebagai simbol kesinambungan, sejumlah pihak menilai suksesi ayah ke anak dapat memunculkan kekhawatiran publik akan kembalinya sistem dinasti. Sebaliknya, Hassan Khomeini dipandang sebagai figur transisi yang dapat meredakan ketegangan domestik dan memperbaiki citra internasional Iran.

Situasi keamanan semakin rumit menyusul klaim Presiden AS Donald Trump bahwa ia mengetahui lokasi persembunyian Khamenei, serta rentetan serangan udara terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran oleh Israel dan AS.

Secara konstitusional, pengganti Khamenei ditentukan oleh Majelis Ahli, yang beranggotakan 88 ulama senior. Namun, hanya kandidat yang lolos seleksi Dewan Penjaga yang bisa maju, sehingga memunculkan kekhawatiran legitimasi suksesi di mata publik.

Sejumlah tokoh yang sebelumnya disebut-sebut sebagai kandidat, seperti Ebrahim Raisi dan Mahmoud Hashemi Shahroudi, telah wafat. Nama-nama lain seperti Ayatollah Sadegh Larijani dan Alireza Arafi dianggap tidak sekuat dua kandidat utama.

Proses ini mengingatkan pada transisi kekuasaan 1989, saat Khamenei sendiri terpilih secara mengejutkan. Namun, pemimpin berikutnya dipastikan akan menghadapi tantangan yang jauh lebih besar, baik dari tekanan internasional maupun ketidakpuasan rakyat di dalam negeri.