Jakarta, 13 Mei 2025 – Indonesia Police Watch (IPW) meminta Presiden Joko Widodo dan DPR RI memanggil Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, serta Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Maruli Simanjuntak, terkait pengerahan personel militer ke lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyatakan bahwa tindakan tersebut melanggar konstitusi dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan Polri, serta sejumlah pasal dalam UUD 1945 dan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025.
“Jaksa Agung harus transparan dan DPR harus memanggilnya untuk kepentingan publik. DPR juga harus memanggil Panglima TNI dan Kasad untuk menjelaskan tupoksi mereka dalam konteks pertahanan, bukan keamanan internal,” ujar Sugeng dalam siaran pers, Senin (12/5/2025).
Sugeng menegaskan bahwa pengamanan institusi penegak hukum seperti Kejaksaan seharusnya menjadi kewenangan Polri, bukan TNI. Menurutnya, keterlibatan militer dalam pengamanan instansi sipil berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi dan pelanggaran prinsip negara hukum.
Landasan Hukum yang Dilanggar
Sugeng merinci pelanggaran terhadap:
- Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan tugas TNI adalah mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara.
- Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945, yang memberikan kewenangan keamanan dan ketertiban kepada Polri.
- Pasal 2 TAP MPR Nomor VII/MPR/2000, tentang pemisahan peran TNI dan Polri.
- Pasal 7 Ayat (2) UU TNI Nomor 3 Tahun 2025, yang tidak mencakup pengamanan kantor kejaksaan sebagai bagian dari tugas pokok TNI.
“Gedung Kejaksaan bukan objek vital nasional. Yang dimaksud objek vital adalah infrastruktur strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dan itu ditentukan melalui keputusan pemerintah,” jelas Sugeng.
Kebijakan TNI dan Respons Publik
Sebelumnya, Panglima TNI menerbitkan Surat Telegram Nomor TR/422/2025, yang memerintahkan pengerahan personel dan alat kelengkapan untuk mendukung pengamanan Kejaksaan. Surat ini ditindaklanjuti oleh Kasad dengan Surat Telegram ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang menginstruksikan pengerahan:
- 30 personel dari satuan tempur untuk setiap Kejaksaan Tinggi.
- 10 personel untuk setiap Kejaksaan Negeri.
Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan pemerhati militer, yang menekankan pentingnya membatasi peran militer hanya pada urusan pertahanan, bukan keamanan sipil.
Tanggapan Resmi TNI
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi membantah adanya pelanggaran. Ia menyatakan bahwa pengerahan personel dilakukan berdasarkan permintaan resmi, dengan pertimbangan kebutuhan keamanan yang terukur.
“TNI senantiasa menjunjung tinggi profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar-lembaga. Seluruh bentuk dukungan dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Kristomei.
Kesimpulan
Kasus ini mencerminkan pentingnya klarifikasi peran militer dalam sistem pemerintahan sipil, serta perlunya pengawasan legislatif terhadap tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar-lembaga negara. IPW mendesak agar Presiden dan DPR melakukan evaluasi menyeluruh atas kebijakan ini demi menjamin tegaknya konstitusi dan supremasi hukum.