Fenomena melonjaknya harga mata uang kripto di tahun 2021 menyebabkan melonjaknya juga jumlah investor kripto di tanah air. Bappebti mencatat, bahwa jumlah investor kripto di Indonesia sekarang jauh melebihi jumlah investor saham dengan jumlah 12 juta orang per Februari 2022. Sementara jumlah investor saham 8.1 juta. Padahal di bulan yang sama setahun sebelumnya, jumlah investor kripto “hanya” 5 juta orang saja. Harga mata uang kripto memang sangat fenomenal sih. Dari USD 27.000 di akhir tahun 2020, menjadi USD 64.000 di pertengahan 2021. Apalagi ditambah dengan berbagai proyek kripto yang menjanjikan. Contohnya saja dengan mencuatnya popularitas Axie Infinity, proyek berkonsep play to earn, yang kemudian ngehype dan diikuti oleh berbagai proyek virtual land lainnya. Koin Axie sendiri naik hingga mencapai 4.600% loh. Luar biasa kan? Sempat turun ke level USD 31.000, harga bitcoin kembali melonjak ke angka USD 68.000 di akhir 2021. Nah, setelah itu deh, mulai turun dan terus merosot sampai sekarang. Saat artikel ini ditulis, harga bitcoin ada di kisaran USD 20.000, sesuai data Coinmarketcap. Ini artinya penurunan sebesar 70%, ya kan? Drastis banget! Dengan penurunan harga mata uang kripto bitcoin ini, maka kapitalisasi pasar kripto juga ikut ambles. Mengapa begitu ya? Nah, buat kamu yang penasaran, yuk, kita coba bahas dalam bahasa yang sederhana. Table of contents Biang Kerok Harga Mata Uang Kripto Jatuh Belakangan 1. The Fed Yes, The Fed adalah tersangka pertama yang bisa kita tuduh menjadi penyebab harga mata uang kripto ambrol. The Fed pada awal Mei 2022 lalu mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 0.5%, setelah sebelumnya suku bunga juga sudah naik sebesar 0.25% di bulan Maret. Padahal sejak 2018, suku bunga acuan The Fed ini tidak pernah naik. Jika sesuai dengan rencana, The Fed akan menaikkan suku bunga hingga 250 basis poin, sehingga di akhir tahun 2022, besaran suku bunga acuan akan menjadi 2.75%. Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan kondisi ekonomi AS yang kini sedang berada pada tingkat inflasi tinggi. Sejak pengumuman pertama The Fed menaikkan suku bunga acuan ini, pasar saham dan kripto pun bereaksi. Kebijakan ini akhirnya cukup memengaruhi pasar aset agresif seperti kripto. Tekanannya begitu kuat, hingga harga bitcoin pun drastis merosot sebesar 70% hingga hari terakhir kemarin menurut data Coinmarketcap. 2. Prediksi Resesi Dengan adanya kenaikan suku bunga, pinjaman dan pengeluaran negara diharapkan bisa melambat, sehingga memperlambat juga laju peredaran uang. Dengan demikian, inflasi pun bisa terkendali. Meski demikian, hal ini berdampak pula pada sektor sosial, ketika akhirnya lapangan pekerjaan pun berkurang. Ini artinya, akan ada potensi perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi juga. Dengan demikian, banyak pihak lantas meramalkan akan datangnya resesi. Kekhawatiran inilah yang kemudian membuat lemah pasar, baik pasar saham maupun kripto. Karena publik khawatir resesi, sehingga mereka akan lebih memilih untuk menyimpan dana secara cash ketimbang menyimpan dalam bentuk instrumen investasi. Apalagi dalam instrumen agresif seperti kripto. 3. Rusia dan Ukraina Konflik antara Rusia dan Ukraina diprediksi akan menjadi konflik panjang yang baru. Akibatnya, Bank Dunia pun pesimis resesi dapat dicegah. Perang yang terjadi antara dua negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin dan Volodymyr Zelenskyy ini membawa dampak krisis pangan dan energi. Kenaikan harga komoditas yang signifikan menjadi dampak terjelas dan paling langsung dari perang ini. Sejak hari pertama serangan Rusia, pasar sudah panik. Terjadi aksi penjualan massal aset risiko tinggi seperti saham dan kripto. Harga mata uang kripto ambrol. Sementara, instrumen dan komoditas safe haven, seperti emas dan minyak, melonjak naik. 4. Stablecoin Crash Stablecoin kripto adalah jenis mata uang kripto yang bernilai sama dengan mata uang fiat, karena didukung oleh aset riil, seperti mata uang fiat itu sendiri—dolar AS, yen Jepang, Euro, dan sebagainya—emas, atau yang lainnya. UST, stablecoin milik Terra, mengalami depeg, alias penurunan nilai yang menjadikannya tidak memiliki nilai yang sama lagi dengan dolar AS sebagai support-nya. Yang seharusnya 1 dibanding 1, malah jadi 1 UST = 0.06 dolar AS. Akibatnya, token LUNA sebagai stabiliser UST mengalami hiperinflasi. Harga mata uang kripto LUNA lantas jatuh nyaris 100%. Efek domino pun tak terbendung, dengan dikeluarkannya LUNA dari berbagai listing bursa kripto. Hal ini cukup mengagetkan, mengingat LUNA adalah salah satu token dalam top 10 list kapitalisasi kripto terbesar di Coinmarketcap. Aset LUNA sebesar 41 miliar dolar AS langsung menguap dalam 24 jam, hingga hanya 500 juta dolar AS. Untuk mengatasi dampak hiperinflasi LUNA, pihak pengembang melepas aset cadangan berupa 80 ribu bitcoin—yang kemudian mengakibatkan harga bitcoin—dan kemudian menggeret harga mata uang kripto lainnya—juga jatuh bebas. 5. Celcius Network Celsius Network merupakan perusahaan yang menyediakan layanan keuangan terdesentralisasi—mirip dengan perbankan—khusus untuk cryptocurrency. Mereka memberikan pinjaman kripto, memfasilitasi investasi, dan pembayaran ala dompet digital tetapi khusus kripto. Pada pertengahan Juni 2022 yang lalu, pengelola Celsius menghentikan seluruh layanan yang ada, dengan alasan pasar kripto sedang mengalami kondisi ekstrem yang membahayakan. Demi mematuhi skema manajemen risiko dan bentuk tanggung jawab pada komunitas, pengelola harus mengambil langkah ini. Tak pelak, koin CEL pun ikut anjlok. Banyak investor mengkhawatirkan solvabilitas perusahaan tersebut.