Belakangan inflasi makin ngeri. Menyomot data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dibandingkan dengan Mei 2021, inflasi Mei 2022 naik mencapai 3,55 persen (yoy). Padahal, inflasi tahunan Indonesia selama 2021 tak pernah menyentuh angka 2 persen.
Merujuk data BPS pula, sektor makanan, minuman, dan tembakau memberikan pengaruh terbesar dalam menyulut inflasi Mei 2022 yakni sebesar 0,20 persen. Dari kelompok makanan tersebut, komoditas yang paling dominan mendorong laju inflasi Mei 2022 adalah telur ayam ras, disusul ikan segar, dan bawang merah.
Kepala BPS Margo Yuwono dalam paparan daring, Kamis (2/6), menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Pertama, kenaikan telur ayam karena adanya kenaikan harga pakan. Kenaikan harga ikan segar disebabkan cuaca buruk yang melanda beberapa wilayah perairan yang membuat nelayan tidak bisa melaut. Harga bawang merah sendiri naik karena minimnya pasokan bawang merah dari daerah sentra produksi dan belum pulihnya distribusi pascalebaran.
Rupanya, tidak cuma di Indonesia. Memasuki pertengahan 2022 ini, tingkat inflasi di beberapa negara maju naik signifikan. Di Amerika Serikat (AS) misalnya, Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan pada Jumat (10/6), inflasi bulan Mei 2022 secara tahunan (year-on-year) melesat ke level 8,6 persen. Angka itu menandai torehan inflasi tertinggi sejak Desember 1981.
Dampak inflasi apa?
Dampak inflasi biasanya akan dibarengi dengan kenaikan harga berbagai kebutuhan. Iya, inflasi ini merupakan indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam memantau tingkat perubahan harga barang-barang tertentu di pasar. Nah, jika harga barang-barang ini terus-menerus naik bisa memengaruhi harga barang lainnya.
Kalau harga barang pada naik, ya tentu saja memengaruhi pengeluaran juga, biaya hidup jadi makin tinggi dan mahal. Celakanya, kenaikan biaya hidup belum tentu dibarengi dengan kenaikan penghasilan. Kalau begini, kantong bisa cekak.
Pengaruhnya inflasi pada keuangan?
Dampak kenaikan inflasi ini ternyata bisa memengaruhi kondisi keuangan juga loh. Jadi, semakin tinggi inflasi, semakin turun pula nilai dari uang yang kita miliki.
Misalnya begini, jika tahun lalu dengan uang Rp50 ribu kita bisa membeli 10 buah jeruk, maka dengan uang yang sama, tapi tahun ini kita hanya bisa mendapatkan 5 buah apel saja. Nah, nilai uang ini tergerus inflasi.
Bagaimana dengan nilai tabungan kita? Ya walaupun kamu menyimpannya di bank sekalipun tetap terkena dampak inflasi. Bank memang memberikan bunga tabungan, tapi jumlahnya lebih kecil dari nilai inflasi itu sendiri. Jadi, inflasi tetap berdampak buruk pada tabungan kita.
Risiko inflasi begitu besar, bukan? Apakah kamu rela kehilangan uang yang sudah lama kamu tabung? Lalu, bagaimana kita bisa terhindar dari risiko inflasi? Yuk, simak tipsnya berikut ini:
1. Alokasikan uang ke deposito
Langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah investasikan sebagian uang ke dalam bentuk deposito. Walaupun bunga deposito tidak begitu besar, tapi umumnya setara atau bahkan sedikit lebih tinggi dari rata-rata tingkat inflasi. Dengan cara ini nilai uang kamu tidak akan tergerus inflasi.
Perlu diingat, jangan menarik deposito sebelum jatuh tempo. Ini berisiko menimbulkan biaya pinalti. Ambil hasil uang depositonya saat jatuh tempo saja ya.
2. Tetap punya tabungan
Saat ini cukup banyak bank yang menawarkan bunga simpanan cukup besar dalam bentuk tabungan. Tabungan yang dimiliki juga cukup bisa bertahan melawan laju inflasi.
3. Sisikan dana darurat
Kamu juga perlu memiliki dana darurat. Pastikan rekening tabungan dengan rekening dana darurat, supaya dana tersebut tidak tercampur. Dengan memiliki dana darurat, keuangan kamu akan terkendali karena sudah ada dana cadangan jika sewaktu-waktu membutuhkannya.