Jakarta — Pemerintah Inggris dikabarkan mempertimbangkan untuk menyimpan sebagian dari 61.000 Bitcoin (BTC) hasil sitaan senilai sekitar USD 7 miliar (Rp 116 triliun) sebagai cadangan strategis negara. Namun, rencana ini memicu perdebatan di kalangan pelaku industri kripto Inggris.
Dikutip dari Yahoo Finance, Minggu (5/10/2025), aset tersebut berasal dari penyitaan tahun 2018 terkait kasus penipuan investasi asal China. Proses hukum masih berjalan untuk menentukan jumlah kompensasi bagi para korban, sementara pemerintah menghadapi defisit anggaran hingga USD 67 miliar (Rp 1.111 triliun).
Presiden Asosiasi Blockchain Inggris, Naseem Naqvi MBE, menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Hasil Kejahatan (Proceeds of Crime Act/POCA), yang menekankan pemulihan aset hasil kejahatan, bukan penyimpanan atau investasi jangka panjang. Ia juga memperingatkan bahwa menyimpan Bitcoin sitaan berisiko menimbulkan volatilitas fiskal dan melanggar prinsip pengelolaan cadangan resmi Bank of England.
Namun, kelompok industri CryptoUK, yang beranggotakan perusahaan seperti Gemini, OKX, Bitwise, Socios.com, dan Nexo, menilai langkah menjual Bitcoin sitaan justru bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk mendukung pertumbuhan sektor kripto nasional. Mereka mendorong pemerintah agar mengambil pendekatan jangka panjang terhadap kepemilikan aset digital tersebut.
Naqvi mengakui bahwa penyimpanan Bitcoin oleh pemerintah akan menjadi sinyal positif dan simbol kepercayaan bagi pasar kripto global. Meski begitu, ia menyarankan opsi penjualan bertahap dan transparan melalui lelang, agar tetap sesuai dengan aturan hukum dan tujuan pemulihan bagi korban.
Menurutnya, fokus utama Inggris seharusnya adalah membangun regulasi kripto yang kuat dan berbasis bukti, sembari memastikan penegakan hukum yang konsisten demi mendukung perkembangan industri aset digital di negara tersebut.