Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam kemarin. Bursa saham masih kencang sementara rupiah melemah.
Arah pasar hari kemarin menggambarkan kombinasi tekanan eksternal terutama dari penguatan indeks dolar dan antisipasi rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang terus membayangi aset berisiko, termasuk rupiah dan saham di emerging markets seperti Indonesia. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, Selasa (29/7/2025) ditutup nyaris tidak bergerak atau hanya naik 0,04% pada Selasa (29/7/2025).
Indeks ditutup di level 7.617,91 dan bergerak pada rentang 7.565,79-7.680,19 dengan kapitalisasi pasar Rp 13.701 triliun. Sebanyak 309 saham naik, 317 turun, dan 330 tidak bergerak. Nilai transaksi hari ini mencapai Rp 14,24 triliun yang melibatkan 26,48 miliar saham dalam 1,73 juta kali transaksi.
Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 420,75 miliar pada perdagangan kemarin.
Melansir dari Refinitiv, mata uang garuda ditutup melemah 0,34% di posisi Rp16.390/US$. Secara intraday, rupiah sempat jatuh hingga level Rp16.408/US$ sebelum akhirnya sedikit membaik hingga penutupan perdagangan. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 24 Juni 2025.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) terpantau masih naik pesat ke level 98,85 atau naik 0,32%. Hal ini sekaligus menandai level terkuat DXY sejak 17 Juli 2025.
Nilai tukar rupiah melemah pada perdagangan, seiring dengan masih dominannya kekuatan mata uang greenback ini terhadap mayoritas mata uang global. Penguatan ini memberikan tekanan signifikan pada mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun kembali naik ke 6,55%. Imbal hasil ini adalah yang tertinggi dalam enam hari terakhir.Imbal hasil yang tinggi menandai SBN tengah diobral investor sehingga harganya turun.