Hasto PDIP Ikut Lomba Lari di Magelang: Tiap Langkah Ingatkan Hidup Adalah Proses, Bukan Hasil Instan

Diposting pada

Minggu (16/11/2025) pagi di kawasan Taman Lumbini, Kompleks Candi Borobudur, suasana khidmat dan penuh energi menyambut ribuan pelari dari dalam dan luar negeri. Bank Jateng Borobudur Marathon (BorMar) 2025 yang kini berstatus Elite Label resmi dimulai. Dan di antaranya Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, ikut mengambil start di kategori 10K pada pukul sekitar 05.40 WIB.

Cuaca Magelang pagi itu terasa sejuk dengan kabut tipis yang mengambang di udara, menciptakan latar alam yang magis. Para pelari memulai langkah mereka dari Taman Lumbini, dengan latar megah Candi Borobudur yang perlahan disinari matahari pagi.

Sebelum start, Hasto menyampaikan refleksi penting.

“Setiap langkah di rute Borobudur ini mengingatkan kita bahwa hidup itu adalah proses, bukan hasil instan. Borobudur Marathon adalah ritual sehat yang membuat kita menguji sejauh mana kita mampu melampaui batas diri,” kata Hasto Kristiyanto dalam keterangannya.

Baginya, lari pagi itu bukan hanya latihan fisik tetapi bentuk penyelarasan diri dengan nilai-nilai perjuangan dan ketahanan mental.

“Energi alam di sini luar biasa; udara segar, hijaunya sawah, dan sambutan hangat warga adalah vitamin mental yang tak ternilai harganya,” kata Hasto.

Ia menambahkan bahwa karakter lari marathon — strategi, endurance, dan semangat juang — sangat relevan untuk kehidupan berbangsa.

“Melalui olahraga lari, kita belajar bahwa tidak ada kemenangan tanpa persiapan, dan tidak ada pertumbuhan tanpa tantangan.”

Kategori

Kategori 10K yang diikuti oleh Hasto Kristiyanto menempuh jarak 10 kilometer dengan waktu maksimal penyelesaian (COT) 2 jam. Kategori ini, bersama Marathon dan Half Marathon, diikuti oleh ribuan pelari dari berbagai negara, mengukuhkan Borobudur Marathon 2025 sebagai salah satu event lari paling diminati di Asia Tenggara.

Di sepanjang lintasan 10 km, para peserta disuguhi pemandangan eksotis pedesaan Jawa Tengah. Rute membawa mereka melewati area persawahan hijau, jalanan desa yang lengang, serta perkampungan dengan rumah tradisional. Sesekali, irama musik lokal dan sorak penduduk desa menyambut para pelari, seolah menjadi penyemangat alami.

Bukit Menoreh yang mengelilingi kawasan tersebut menambah kedalaman panorama. Kabut pagi di puncak bukit dan lembah menciptakan nuansa mistis ketika para pelari berlari di antara sawah dan tepian desa. Atmosfer ini tak sekadar menjanjikan tantangan fisik, tetapi juga pengalaman spiritual.