ort-au-Prince, 11 Mei 2025 – Situasi di Haiti kian memburuk setelah kekuasaan negara melemah dan kelompok-kelompok bersenjata merebut kendali atas sebagian besar wilayah ibu kota. Koalisi geng terbesar, Viv Ansanm (yang berarti “Hidup Bersama”), kini menguasai lebih dari 85% Port-au-Prince, mengancam total runtuhnya sistem pemerintahan dan keamanan nasional.
Kekacauan Menyeluruh: Warga Terjebak, Layanan Komunikasi Terancam
Setiap hari, baku tembak terjadi antara geng bersenjata dan aparat keamanan serta warga sipil. Pelarian hampir mustahil karena bandara internasional ditutup, dan satu-satunya akses keluar hanya melalui helikopter atau tongkang pantai.
Geng-geng juga mengepung kantor pusat Digicel, penyedia jaringan utama di Haiti. Jika layanan ini lumpuh, komunikasi dan akses internet nasional bisa terputus total. Kelompok bersenjata bahkan menggunakan satelit Starlink untuk berkomunikasi dan mengoordinasikan penguasaan pelabuhan serta pemerasan di jalan raya utama.
Krisis Kemanusiaan: Ribuan Tewas dan Mengungsi
Menurut laporan PBB, lebih dari 1.000 orang tewas dalam dua bulan terakhir, dengan 60.000 orang mengungsi hanya dalam periode Februari–Maret. Jumlah total pengungsi dalam dua tahun terakhir mencapai 1 juta orang, hampir 10% dari populasi Haiti.
Daerah yang sebelumnya aman seperti Haiti Tengah dan kota Mirebalais kini juga telah jatuh ke tangan geng. Seorang pejabat asing menggambarkan kondisi saat ini sebagai “perusahaan kriminal” dan “wild west versi Karibia.”
Respons Internasional dan Ancaman Lebih Luas
Amerika Serikat menetapkan Viv Ansanm sebagai kelompok teroris per 2 Mei 2025, memungkinkan hukuman lebih berat terhadap siapa pun yang mendukung mereka secara finansial atau militer.
Saat ini, sekolah-sekolah ditutup, kolera menyebar, dan fungsi pemerintahan lumpuh sepenuhnya. Kekhawatiran internasional terus meningkat bahwa Port-au-Prince bisa sepenuhnya jatuh ke tangan geng dalam waktu dekat.