Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Hacker Makin Agresif, Indonesia Darurat Ahli Keamanan Siber!

Dunia, termasuk Indonesia, tengah menghadapi ancaman serius akibat kekurangan tenaga ahli di bidang keamanan siber.

World Economic Forum memperkirakan adanya defisit sekitar empat juta profesional keamanan siber secara global. Kawasan Asia-Pasifik menjadi wilayah yang paling merasakan dampaknya.

Kondisi ini diperparah dengan temuan di Indonesia, di mana 80% organisasi mengaku kekurangan pakar keamanan siber.

Ketidakseimbangan ini secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya kebocoran data sensitif, serangan ransomware yang merugikan, hingga potensi gangguan layanan publik dan sektor swasta yang vital.

Minimnya jumlah individu dengan keahlian keamanan siber berpotensi melumpuhkan ketahanan infrastruktur digital nasional.

Serangan siber yang semakin canggih dan menargetkan sistem-sistem kritikal serta data-data rahasia menjadi ancaman nyata. Tidak hanya institusi pemerintah, sektor swasta, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), juga berjuang menghadapi tantangan serupa.

Regional Technical Head, ManageEngine Indonesia, Hanief Bastian, menekankan bahwa kondisi ini dapat menghambat kemajuan inovasi digital.

“Inovasi digital akan melambat jika organisasi merasa ragu untuk mengadopsi teknologi baru karena mereka tidak memiliki jaminan keamanan siber yang memadai,” ujar Hanief melalui keterangannya, Rabu (18/6/2025).

Lebih lanjut, ia menyoroti kerentanan UMKM karena sumber daya mereka terbatas, sementara pelaku kejahatan siber (hacker) semakin terorganisir dan agresif.

Bukan Sekadar Teknis

Dampak langsung dari krisis ini juga dirasakan oleh masyarakat luas, yang semakin sering menjadi target pencurian identitas (identity theft) dan berbagai bentuk penipuan digital (digital fraud) yang merugikan.

Paradigma keamanan siber kini bergeser secara fundamental. Dahulu dianggap sebagai urusan teknis semata, kini keamanan siber telah bertransformasi menjadi fungsi strategis yang krusial dalam setiap bisnis.

Strategi keamanan digital yang efektif harus terintegrasi secara menyeluruh dengan tujuan bisnis organisasi, mampu beradaptasi dengan dinamika regulasi yang terus berubah, serta mendukung terciptanya inovasi yang aman.

Profesi keamanan siber saat ini tidak hanya menuntut keahlian teknis yang mendalam, tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan berbagai pemangku kepentingan non-teknis dan memiliki pemahaman yang kuat tentang konteks bisnis,” Hanief menjelaskan.

Ia menilai Indonesia membutuhkan SDM yang mampu memimpin dan berpikir strategis, bukan hanya reaktif memadamkan ‘kebakaran’ digital ketika insiden keamanan terjadi.

Fokus pada Kemudahan Penggunaan

Untuk mengatasi kesenjangan keahlian yang ada, pemanfaatan teknologi yang mudah digunakan (user friendly)

menjadi kunci utama. Solusi berbasis low-code dan no-code, sistem manajemen patch otomatis, serta teknologi pendeteksi ancaman yang didukung oleh Kecerdasan Buatan (AI) dapat memberdayakan tim dengan keterbatasan keahlian untuk tetap mampu merespons ancaman siber secara efektif.

Hanief menyebut menambahkan pemantauan ancaman secara real-time dan dashboard keamanan yang intuitif menjadi kebutuhan mendesak.

“Tujuannya adalah agar visibilitas terhadap potensi ancaman dan kemampuan untuk merespons secara cepat dapat dimiliki oleh siapa saja yang berada di garda terdepan operasional Teknologi Informasi (TI) organisasi, tidak terbatas hanya pada pakar keamanan siber bersertifikasi,” tuturnya.

Kolaborasi Lintas Sektor

Membangun pertahanan siber yang kokoh dan terpercaya di Indonesia adalah sebuah tugas kolektif yang tidak dapat dilakukan secara parsial.

Dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, menggabungkan upaya pelatihan tenaga kerja, otomatisasi proses-proses keamanan, serta pemanfaatan teknologi cerdas secara optimal.

Program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan kapasitas SDM (upskilling) harus menjadi prioritas utama.

Di sisi lain, implementasi otomatisasi untuk tugas-tugas rutin seperti patching dan respons terhadap insiden keamanan akan sangat membantu meringankan beban tim keamanan yang seringkali kekurangan personel.

“Keamanan digital bukan hanya sekadar urusan teknologi semata, melainkan sebuah kombinasi sinergis antara orang yang tepat dengan keahlian yang relevan, proses yang matang dan terdefinisi dengan baik, serta alat dan teknologi yang efektif,” Hanief memungkaskan.

Exit mobile version