Gelombang PHK dan Deindustrialisasi Ancam Industri TPT RI akibat Tarif Impor AS

Diposting pada

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia tengah menghadapi ancaman serius menyusul rencana Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang akan menerapkan tarif impor tambahan sebesar 32% terhadap seluruh produk asal Indonesia mulai 1 Agustus 2025.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, menyatakan harapannya terhadap hasil negosiasi pemerintah Indonesia yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Namun, ia mengakui bahwa apabila negosiasi gagal, dampaknya terhadap industri bisa sangat kompleks, termasuk potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Penguatan pasar domestik menjadi prioritas utama untuk meminimalkan dampak PHK,” ujar Jemmy, Jumat (11/7).

Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, menambahkan bahwa Amerika Serikat merupakan pasar ekspor utama industri TPT Indonesia, dengan kontribusi sekitar 40%. Penerapan tarif tinggi akan menyebabkan berkurangnya pesanan, memicu penurunan kapasitas produksi, dan efek domino di seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir.

Deindustrialisasi bisa semakin parah. Perusahaan garmen hingga produsen bahan baku akan terdampak,” jelas Danang.

Selain itu, Danang menyoroti bahwa kebijakan ini akan mengguncang ekosistem rantai pasok global, terutama di tengah memanasnya rivalitas dagang antara AS dan blok BRICS. Ia menilai Indonesia harus segera membuka pasar baru dan memperkuat pasar domestik sebagai respons cepat terhadap krisis yang mengancam.

Trump menyampaikan kebijakan tarif ini melalui surat kepada Presiden Prabowo Subianto tertanggal 7 Juli 2025, yang menegaskan bahwa tarif tersebut bersifat menyeluruh dan terpisah dari tarif sektoral yang berlaku saat ini.