
Fenomena cuaca berkabut menyelimuti wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) pada akhir Juni 2025. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat, terutama terkait penyebab dan dampaknya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun memberikan penjelasan menyeluruh mengenai fenomena ini.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa kabut yang terjadi di wilayah dataran rendah seperti Bekasi dan Depok dipicu oleh kelembapan tinggi usai hujan. “Cuaca sejuk dan berkabut di dataran rendah disebabkan oleh kombinasi kelembaban tinggi, suhu rendah, serta angin yang tenang,” ujarnya.
Menurut BMKG, dinamika atmosfer aktif di wilayah barat Pulau Jawa menjadi pemicu utama. Aktivitas konvektif yang tinggi didukung oleh indikator atmosfer seperti Outgoing Longwave Radiation (OLR), Madden-Julian Oscillation (MJO), dan gelombang Rossby. Faktor ini memperkuat pembentukan awan hujan dan meningkatkan kelembapan udara.
Selain itu, adanya intrusi udara kering dari wilayah selatan Jawa dan Nusa Tenggara turut memperkuat pertumbuhan awan, sehingga memperpanjang kondisi lembap di Jabodetabek. Tutupan awan yang tebal juga menghalangi sinar matahari, menyebabkan udara permukaan tetap dingin lebih lama, terutama pada malam dan dini hari.
Kondisi kelembapan udara yang mencapai lebih dari 90 persen di beberapa wilayah serta angin yang lemah menyebabkan pembentukan kabut tipis. Meski demikian, BMKG menegaskan bahwa kabut ini tidak serta-merta menunjukkan penurunan kualitas udara.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada namun tidak panik, serta rutin memantau informasi prakiraan cuaca melalui kanal resmi BMKG.