Driver Ojol Tuntut Potongan Aplikasi Maksimal 10%, Ancam Aksi Nasional Jika Tak Dipenuhi

Diposting pada

Jakarta, 21 Mei 2025 — Perwakilan pengemudi ojek online (ojol) menyampaikan keluhan dan tuntutan mereka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi V DPR RI. Mereka menyoroti ketidakadilan yang dirasakan selama bertahun-tahun dari pihak perusahaan aplikasi transportasi daring (aplikator) dan lemahnya peran pemerintah.

Ade Armansyah dari Aliansi Korban Aplikator menyatakan para pengemudi, terutama kendaraan roda empat, selama ini hanya dijadikan “sapi perah” oleh aplikator. Menurutnya, pihak aplikator tidak pernah memperhitungkan biaya operasional pengemudi seperti bahan bakar dan perawatan kendaraan. Berdasarkan kalkulasi internal, pengemudi bisa mengalami kerugian hingga Rp12.000 per 10 km perjalanan.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menegaskan bahwa tuntutan utama mereka adalah pembatasan potongan biaya aplikasi menjadi maksimal 10%. Ia mengkritik aplikator yang selama ini mengambil potongan lebih dari 20%, bahkan mendekati 50%.

“Sudah bertahun-tahun uang pengemudi disedot. Totalnya bisa mencapai triliunan rupiah,” ujarnya. Igun juga menyoroti bahwa aksi damai pada 20 Mei lalu belum membuahkan hasil konkret. Ia memberi tenggat waktu hingga akhir Mei 2025 untuk keputusan resmi, dan mengancam akan menggelar aksi nasional jika tuntutan tidak dikabulkan.

Aksi offbid massal pada 20 Mei lalu disebut menyebabkan kerugian hingga Rp187 miliar bagi aplikator. “Kalau belum ada penetapan, kami bisa buat mereka rugi lebih besar lagi,” tegas Igun.

Para pengemudi juga mengkritik lemahnya implementasi regulasi seperti Permenhub 118 Tahun 2018 yang dinilai tidak berjalan efektif. Mereka mendesak Komisi V DPR RI untuk mendorong Kementerian Perhubungan mengambil sikap tegas demi keadilan dan perlindungan bagi para mitra pengemudi.