Diskusi Publik UHC Day 2025, BPJS Kesehatan Ajak Pemangku Kepentingan Sinergi Perkuat JKN

Diposting pada

Dalam rangka memperingati World Universal Health Coverage (UHC) Day 2025, BPJS Kesehatan menggelar diskusi publik dengan tema “Memaknai Peringatan Cakupan Kesehatan Semesta: Sehatkan Bangsa melalui Asta Cita”, di kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (12/12/2025). Kegiatan ini bertujuan memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan agenda pembangunan nasional.

Acara dibuka dengan keynote speech oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Pratikno dan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI, Muhaimin Iskandar. Kegiatan dilanjutkan dalam dua sesi diskusi publik.

Sesi pertama mengangkat tema “International Recognition and Service Excellence”, dengan narasumber Direktur Utama, BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti dan Centre for Peace and Security Coventry University United Kingdom, Mike Hardy.

Sesi kedua bertema “Memaknai Peringatan Cakupan Kesehatan Semesta: Sehatkan Bangsa Melalui Asta Cita”, menghadirkan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin; Mantan Ketua Panitia Khusus UU BPJS, Ahmad Nizar Shihab; Pakar Asuransi Sosial, Chazali H. Situmorang; Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, Timboel Siregar; dan Pakar Ekonomi Kesehatan, Hasbullah Thabrany.

BPJS Kesehatan Masuk Nominasi Nobel Peace Prize 2025

Centre for Peace and Security Coventry University United Kingdom, Prof. Mike Hardy mengapresiasi capaian BPJS Kesehatan sehingga layak masuk nominasi untuk Nobel Peace Prize 2025.

“BPJS Kesehatan adalah organisasi yang luar biasa yang berkontribusi pada keamanan dan kebahagiaan masyarakat Indonesia. Kontribusi ini selaras dengan kriteria Nobel: mempromosikan keamanan internasional, mengedepankan soft power, dan mendorong dialog global mengenai kesehatan,” kata Mike.

BPJS Kesehatan termasuk salah satu dari 94 organisasi yang dinominasikan tahun ini dari 338 nominasi. Mike juga menekankan bahwa Indonesia kini menjadi rujukan bagi negara lain dalam menghadirkan layanan kesehatan yang efektif.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menegaskan bahwa kehadiran BPJS Kesehatan telah membawa perubahan besar bagi masyarakat, terutama kelompok rentan.

“Dulu, lebih dari 100 juta orang miskin melawan sakit dan melawan biaya pengobatan. Sekarang, selama terdaftar aktif, mereka terlindungi. Ini adalah revolusi sosial berbasis pelayanan kesehatan,” kata Ghufron.

Ghufron menambahkan, BPJS Kesehatan memanfaatkan AI dan big data untuk meningkatkan efektivitas pelayanan dan pengambilan keputusan berbasis evidence-based medicine. Saat ini, aplikasi berbasis AI sedang dikembangkan untuk membantu masyarakat mendapatkan perkiraan diagnosis dan rekomendasi pengobatan.

“Banyak pihak di luar negeri terkejut Indonesia sudah sampai tahap ini. Delegasi dari Malaysia, Inggris, hingga Amerika Serikat datang untuk melihat langsung,” tambahnya.

Milestone JKN: Cakupan Peserta Hampir 99 Persen

Dalam paparannya, Ghufron menegaskan bahwa pencapaian cakupan 98-99 persen peserta JKN merupakan tonggak sejarah.

“Selama sepuluh tahun sejak berdiri pada 2014, BPJS Kesehatan berhasil mencapai cakupan hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ini pengakuan internasional bahwa kita berada di jalur yang tepat,” ujarnya.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga telah mempopulerkan Gerakan 3-3-5, yakni jalan santai tiga menit, lanjut jalan cepat tiga menit, lalu diulang lima kali sampai total tiga puluh menit.  Gerak ini dikembangkan BPJS Kesehatan, terinspirasi latihan interval dari Jepang yang tujuannya membantu masyarakat mengurangi risiko hipertensi dan diabetes.

Ghufron menekankan bahwa BPJS Kesehatan adalah lembaga demand side, bukan supply side. Ketersediaan obat dan sarana kesehatan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah.

Selain itu, Ghufron juga menegaskan pentingnya menjaga kualitas layanan dan keberlanjutan program JKN. Ia menyebut kompetisi antar fasilitas kesehatan tetap menjadi dorongan agar mutu layanan semakin meningkat.

“Kompetisi itu fasilitas pembelajaran. Kalau fasilitas kesehatan makin bagus, masyarakat tentu mau datang ke rumah sakit atau klinik. Itu yang kita dorong,” ujarnya.

Terkait pola pendanaan dan koordinasi antara BPJS, dinas kesehatan, dan berbagai pemangku kepentingan lain, menurutnya, konsep persaingan layanan kesehatan harus memberikan manfaat bagi pasien dan tidak sekadar menjadi ajang bagi-bagi keuntungan.

Peran Pemerintah dan Keaktifan Peserta

Dalam keynote speech-nya, Menko Bidang PMK RI, Pratikno, menekankan keberhasilan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pencapaian UHC tercepat di dunia.

“98 persen dari 280 juta rakyat Indonesia tercakup dalam satu sistem kesehatan. Namun, kita harus waspada terhadap tantangan defisit finansial akibat penyakit tidak menular yang meningkat,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa reformasi sistem JKN harus disertai revolusi pencegahan penyakit, dengan tiga pilar intervensi.

Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat – Menguatkan gerakan hidup sehat, kurikulum sekolah sehat, dan pemeriksaan kesehatan gratis.

Penguatan Ekosistem Sehat – Regulasi pangan, revitalisasi ruang terbuka hijau, fasilitas olahraga komunitas.

Deteksi Dini dan Intervensi Primer – Pemeriksaan kesehatan rutin, peran posyandu, dan penguatan pelayanan primer.

“Reformasi sistem JKN tidak akan cukup tanpa upaya besar-besaran mengurangi jumlah orang sakit,” tegasnya.

Sementara itu, Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI, Muhaimin Iskandar, menyoroti pentingnya UHC sebagai amanat konstitusi.

Universal Health Coverage adalah investasi masa depan strategis. Indonesia berhasil menciptakan sistem jaminan kesehatan semesta dengan cakupan lebih tinggi dari rata-rata global,” jelasnya.

“UHC adalah ikhtiar agar masyarakat dapat hidup sehat, berdaya, dan produktif. Capaian UHC bukan berarti Indonesia bebas tantangan, justru setelah cakupan tercapai, tantangan baru muncul pada aspek keaktifan peserta, pemerataan akses di wilayah terpencil, serta peningkatan literasi kesehatan di tingkat keluarga,” kata Cak Imin.

“Indonesia bisa menjadi teladan dunia dalam perlindungan sosial dan solidaritas. Pelibatan lintas sektor sangat penting agar tidak ada warga yang tertinggal dari akses pelayanan kesehatan,” tegasnya.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, menambahkan bahwa pencapaian JKN bukan hanya tanggung jawab BPJS Kesehatan, tetapi seluruh pemangku kepentingan.

“Perlu memperkuat komitmen dan kerja sama untuk mengawal JKN agar memberikan layanan berkualitas dan meringankan beban finansial masyarakat,” ujarnya.

Tantangan Implementasi dan Strategi Optimalisasi

Sesi kedua menghadirkan diskusi panel mendalam tentang strategi penguatan JKN. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan pentingnya akses, kualitas layanan, dan perlindungan finansial.

“BPJS sudah menanggung belanja kesehatan lebih besar daripada pengeluaran masyarakat sendiri. Nilai financial protection ini menunjukkan keberhasilan prinsip UHC,” kata Menkes.

Budi juga menekankan bahwa BPJS Kesehatan berfokus pada pembiayaan layanan individu atau UKP, sedangkan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) sepenuhnya menjadi tugas pemerintah. Ia menyoroti pentingnya menjaga inflasi biaya kesehatan agar tetap terkendali.

“BPJS adalah satu-satunya wakil masyarakat yang menyeimbangkan supply side dengan kebutuhan masyarakat. Ini titik paling menantang di seluruh dunia,” ucap Budi.

Ia menambahkan bahwa integrasi aplikasi dan koordinasi antar instansi diperlukan agar program pencegahan dan screening berjalan efektif.

Mantan Ketua Pansus UU BPJS, Ahmad Nizar Shihab, menyoroti budaya gotong royong yang diwujudkan melalui JKN.

“Orang miskin kini bisa mengakses rumah sakit tanpa terancam jatuh miskin. Undang-undang ini mempertahankan keberlanjutan sistem,” ujarnya.

Pakar Asuransi Sosial, Chazali H. Situmorang, menekankan kolaborasi antar subsistem: BPJS, pemerintah, dan masyarakat.

Chazali menyebut sejumlah tantangan yang masih harus dibenahi, seperti ketimpangan infrastruktur kesehatan antarwilayah, khususnya daerah yang terdampak bencana. Selain itu, harmonisasi kebijakan pusat-daerah dan keberlanjutan dana jaminan sosial juga menjadi perhatian.

Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar, menekankan perlunya koordinasi dan meninggalkan ego sektoral agar seluruh kementerian/lembaga mendukung optimalisasi JKN.

Pakar Ekonomi Kesehatan Prof. Hasbullah Thabrany,  menambahkan data SCI Indonesia yang meningkat dari 59 menjadi 67, namun masih tertinggal dari Malaysia dan Thailand:

“UHC lebih luas daripada JKN. Semua orang berhak atas layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Indikator dan data perlu diperkuat untuk memantau keberhasilan jaminan sosial,” ucapnya.