Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, terkait kasus korupsi pada pemberian kredit dari beberapa bank ke PT Sritex Tbk.
“Kita hadir sekali lagi melengkapi memenuhi permintaan dari Kejagung untuk kelengkapan dokumen selanjutnya. Informasi tentang perusahaan,” tutur Iwan di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).
Kuasa hukum Iwan Kurniawan, Calvin Wijaya menambahkan, pihaknya membawa sejumlah dokumen yang memang baru dikumpulkan sebagaimana arahan penyidik.
“Ada beberapa akta yang kemarin mungkin dari pegawai-pegawai yang kemarin pernah bekerja dengan Pak Iwan, yang kemarin belum bisa kami dapatkan dokumennya karena butuh waktu untuk kita cari,” jelas dia.
Calvin menyatakan, kliennya sangat kooperatif mengikuti proses hukum di Kejagung. Seluruh dokumen yang dibawa sepenuhnya terkait dengan perusahaan.
“Kebetulan kita sudah push, dokumen dapat kita kumpulkan ya kita dengan sangat amat kooperatif kita membantu proses penyidikan, langsung kita lengkapi. Nah jadi kita langsung kontak juga ke penyidik bahwa kita sudah siap diperiksa dan kita sudah siap untuk dokumennya. Dan kita hadir untuk langsung memberikan kepada penyidik,” Calvin menandaskan.
Iwan Kurniawan Dicekal ke Luar Negeri
Kejagung telah menetapkan status pencegahan terhadap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) ke luar negeri. Hal itu demi mempermudah pemeriksaan dalam proses penyidikan perkara korupsi Sritex.
“Untuk mempermudah penyidikan, di mana sewaktu-waktu keterangannya dibutuhkan penyidik,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Senin 9 Juni 2025.
Pencegahan terhadap Iwan Kurniawan Lukminto ke luar negeri diberlakukan mulai tanggal 19 Mei 2025 hingga 6 bulan ke depan. Adapun penyidik rencananya kembali melakukan pemeriksaan terhadapnya pekan depan. “Nanti dipastikan lagi,” kata Harli.
Diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex.
Mereka adalah Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Dicky Syahbandinata. Kemudian Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, Zainuddin Mappa, dan Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022 Iwan Kurniawan Lukminto.
Kejagung Dalami Aliran Dana Kredit PT Sritex
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh bos PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yakni untuk perusahaan atau pribadi.
“Nah itu yang sedang terus didalami, ke mana aliran penggunaan uang Rp692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara. Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja,” tutur Harli kepada wartawan, dikutip Sabtu (24/5/2025).
Hasil temuan fakta di lapangan, bahwa tersangka Iwan Setiawan Lukminto menggunakan kredit ini untuk hal lainnya, termasuk urusan pembayaran utang.
“Nah ini sekarang yang sedang didalami oleh penyidik apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi. Tetapi sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan. Kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan. Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja,” jelas dia.
Indikasi Uang Dipakai Beli Aset Tak Produktif
Bahkan, ada pula indikasi penggunaan uang untuk pembelian aset-aset tidak produktif bagi keberlangsungan kinerja dari perusahaan.
“Sehingga seperti yang kita tahu sekarang mengalami pailitan. Artinya kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali bahwa PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” kata Harli.
Dia mengulas, pada 2020 PT Sritex Tbk mendapatkan keuntungan hingga Rp1,8 triliun. Namun masuk 2021, malah terjadi minus Rp15 triliun lebih sehingga terjadi deviasi yang cukup signifikan dan menjadi anomali dan pintu masuk penyidik untuk menganalisa.
“Bahwa tentu juga kita mengharapkan ada juga apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank. Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” Harli menandaskan.