Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, mengklaim, akan menata ulang jongko-jongko yang saat ini berada di seluruh kawasan perkebunan. Karakter bangunan, katanya, mesti selaras dengan lingkungan agar tidak kumuh.
Penataan jongko berizin maupun tidak berizin, diaku jadi bagian pemulihan kawasan perkebunan, khususnya perkebunan teh di Jawa Barat.
“Para pedagang di seluruh hamparan di daerah-daerah perkebunan di seluruh Provinsi Jawa Barat, kami akan melakukan penataan, membangun ruang-ruang tempat berjualan yang memadai dan desain arsitektur yang seimbang dan selaras dengan alam dan lingkungan,” kata Dedi dalam video pernyataannya, Rabu, 11 Juni 2025.
Lewat penataan itu, industri pariwisata Jawa Barat diharapkan semakin tumbuh. “Sehingga tumbuh industri pariwisata yang mengelola dan yang mengendalikannya adalah masyarakat sekitar,” katanya.
Selain bangunan yang rapih, pedagang juga diminta berjualan dengan jujur. Dedi Mulyadi, katanya, ingin mengembalikan keindahan Jawa Barat, sebagai “sepenggal tanah yang tercipta saat Tuhan tersenyum”.
“Diharapkan para pedagang bersifat jujur, manakala nanasnya asli madu ya sebutkan madu, kalau bukan nanas madu ya jangan disebutkan madu,” katanya.
Demo Pedagang Nanas
Sebelumnya, sejumlah penjual nanas asal Jalan Cagak, Subang, menumpahkan kekecewaannya kepada Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, lewat aksi membanting buah nanas di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa, 10 Juni 2025.
Seorang perwakilan pedagang, Herman, asal Desa Tambakan, mengabarkan, jongko tempat jualan nanas miliknya dibongkar bulan lalu (26/5/2025) dalam rangka penataan jalan.
Pedagang yang mengaku telah lebih 20 tahun menjual nanas itu dijanjikan uang kompensasi dan jongko baru yang lebih tertata. Namun, hingga kini belum juga mendapatkan kepastian. Karena itu, ia ikut bersama belasan para penjual nanas menagih janji Dedi Mulyadi di Gedung Sate.
“Sabar weh dua bulan teu kudu daragang, ku saya nu aya diganti, salila dua bulan ku saya dikompensasi. Seperti kitu janjina, terus kebijakan ke depan seperti jongko akan ditata, kenapa sekarang cuma diancurkan doang?
(Sabar saja dulu, selama dua bulan jangan dagang. Sama saya nanti dagangan yang ada diganti, selama dua bulan diberi kompensasi. Seperti itu janjinya. Terus kebijakan ke delan seperti jongko akan ditata, kenapa sekarang cuma diancurkan doang?)” kata Herman.
Buntut pembongkaran, kondisinya dirasa menjadi pelik. Ia punya beban utang ke bank yang tiap bulan mesti dibayar, bekas pinjaman modal. “Uing mah nu jadi stres teh modal BRI. Kan tidak mau tau, tidak terima alasan kalau jongko dibongkar. Diminta ngusahakeun, tapi kan sudah tidak ada lapaknya,” keluh Herman.
Perwakilan lainnya, Ifan menambahkan, yang terdampak pembongkaran tak hanya di Jalan Cagak, tapi juga di jalur Ciater dan Kasomalang.
Ia pun mendesak agar janji kepada pedagang nanas bisa ditepati.
“Kita datang ke sini bukan mau macem-macem, kita mempertanyakan janji. Harus ditepati, paling tidak, harus ada kepastian,” katanya.
“Masyarakat pedagang khususnya Subang Selatan tidak ada yang menolak tentang pembongkaran, tidak ada. Tidak ada yang bertahan, tidak neko-neko,” tegasnya.
Para pedagang sempat masuk ke Gedung Sate, diterima pihak Pemprov Jabar. Keluhan mereka, katanya, sudah ditampung. Pembahasan mengenai masalah itu dijadwalkan bakal dilakukan pada Kamis (12/5/2025).
“Bakal diwaler dinteun Kemis. (Akan dijawab hari Kamis),” kata Ifan.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi bersama Bupati Subang melakukan pembongkaran di kawasan tersebut pada 26 Mei 2025. Kegiatan ini, turut disiarkan ulang melalui akun YouTube Dedi Mulyadi Channel.
Kepada pedagang terdampak, Dedi menyampaikan soal uang kompensasi atau uang tunggu selama dua bulan, pemberian sembako, dan penataan ulang bangunan.
“Ini mereka ada uang tunggu selama dua bulan, dikasih beras, dikasih duit. Yang kedua nanti saya bikinin bangunan-bangunan yang indah,” kata Dedi Mulyadi saat itu.