Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak di lingkungan PT Pertamina (Persero), Selasa malam 18 November 2025.
Dalam persidangan tersebut, terdapat fakta baru bahwa alasan PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI) lebih memilih menyewa kapal Olimpic Luna dibanding kapal Suezmax dikarenakan harga yang lebih murah.
Hal itu disampaikan mantan VP Sales & Marketing PT Pertamina International Shipping (PT PIS), Muhamad Resa yang menjelaskan, proses permintaan sewa kapal angkut minyak mentah dari PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI).
Menurut dia, kapal tersebut digunakan mengangkut minyak mentah dari dari Afrika Barat menuju Cilacap. Pengadaan kapal dilakukan melalui negosiasi sehingga mendapatkan harga yang sesuai.
“Sepengetahuan saudara saksi kapan ada komunikasi atau permintaan dari PT KPI terkait pengadaan kapal untuk mengangkut minyak mentah dari Afrika Barat? Ini kan KPI ada pelelangan di bawah satu juta barel yang akan diangkut ke Indonesia membutuhkan kapal. Apakah pernah PT PIS menerima surat dari KPI terkait permintaan penawaran harga dari PIS untuk mengadakan kapal untuk minyak mentah dari Afrika Barat ke Indonesia?,” tanya jaksa kepada Resa di ruang persidangan, Selasa 18 November 2025.
Resa lalu memaparkan, pada 15 November 2022, PT PIS menerima permintaan penawaran jasa pengangkutan kapal dari PT Pertamina Kilang Internasional (PT KPI).
“Permintaan tersebut berkaitan dengan impor minyak mentah jenis Escravos sebanyak 950 MB untuk kebutuhan RU IV Cilacap, dengan jadwal kedatangan (ALD) pada 3–4 Januari 2023,” ucap dia.
Carikan Kapal
Menindaklanjuti permintaan itu, Resa melanjutkan, PT PIS sebagai subholding PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang penyedia jasa pelayaran lalu mencarikan kapal pengangkut jenis Suezmax yang menurut PT PIS dianggap sesuai dengan kapasitas impor.
“Jadi kalau gambaran besarnya tahap pertama itu tanggal 15 November sampai 7 Desember. Dan setelah itu tanggal 7 Desember sampai 30 Desember 2022,” jawab dia.
Resa menerangkan, pada tahap pertama pihaknya menawarkan US$ 9,4 juta untuk sekali pengangkutan dengan kapal Suezmax. Kemudian terjadi penyesuaian harga imbas dari kenaikan kurs dolar dan pasar kapal, penawaran naik menyentuh angka US$ 10,5 juta. Namun, PT KPI menilai angka tersebut terlalu mahal. Jaksa lalu menanyakan apa tindak lanjut dari penolak harga tersebut.
“Apakah PT KPI meminta penawaran lagi atau meminta kapal tipe lain?,” tanya jaksa.
Resa lalu menerangkan, pada 7 Desember 2022, PT KPI meminta menjajaki potensi rencana kerja sama dengan Totsa. Kemudian, pihaknya meneruskan informasi tersebut ke PIS Singapura. Lalu PIS Singapura menawarkan harga US$ 6,9 juta dengan kapal Olimpic Luna.
“Oke berarti ada nilai muncul lagi US$ 6,9 juta. Itu menggunakan kapal apa pak?” tanya jaksa lagi.
“Disebutkan kapal Olimpic Luna,” jawab Resa.
Spesifikasi Kapal
Resa menuturkan, spesifikasi kapal Olimpic Luna ukurannya lebih besar dari permintaan kapal Suezmax namun dengan harga sewa US$ 6,9 juta.
“Singkat cerita Suezmax kemahalan kemudian ditolak minta dicarikan kapal yang baru alternatifnya ternyata dapatlah VLCC dengan nama kapalnya Olimpic Luna dengan harga US$ 6,9 juta?,” tanya jaksa memastikan.
“Co-load satu kapal dibagi dua, ada minyak mentah yang dikirim kepunyaan Totsa dan satu lagi kepunyaan milik KPI?” tanya jaksa lagi.
“Kalau dalam email ini disebutkan co-load,” jawab Resa.
“Berarti harga 6,9 (juta dolar) ini harga co-load ya? Co-load ini kan satu kapal dibagi dua barengan dengan pihak yang menyewa duluan kemudian nanti pihak KPI menyewa belakangan?,” tanya jaksa kembali.
“Betul pak co-load itu angkut bareng-bareng,” Resa menandasi.
Sebagai informasi, dalam sidang tersebut, Resa dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Direktur Feedstock and Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi dan Vice President (VP) Feedstock Agus Purwono.

