Site icon Info Bet Gratis – Main Zeus Gacor

Cerita Jarwo Fotografer Pantai Gunungkidul, Jogja Hasilkan Rp1 Juta Hanya dalam Sehari

Jarwo tampak luwes melangkah tanpa alas kaki di pasir putih Pantai Sadranan, Gunungkidul. Hoodie hitam yang dikenakannya melindungi tubuh dari sengatan matahari, sementara kacamata hitam menutupi sorot matanya yang selalu awas mencari momen.

Kamera dengan lensa fixed 50mm tergantung di pergelangan tangan, siap mengabadikan setiap senyum dan tawa para wisatawan.

“Coba yang ini ya, Mbak,” ujar Jarwo dengan senyum ramah, mendekati dua sejoli yang sedang bermain air. Tanpa menunggu persetujuan, ia mengambil beberapa jepretan, kemudian mendekati mereka kembali. Ia menunjukkan hasil fotonya. Inilah cara Jarwo, fotografer pantai Gunungkidul, memikat hati pelanggan. Bukan dengan rayuan kata, melainkan hasil nyata dari bidik lensanya.

“Kalau saya, khusus di wilayah Pantai Sadranan saja. Batasnya dari tebing ke tebing cuma sini,” ucapnya sambil menunjuk garis tebing yang membatasi Pantai Sadranan dan Pantai Ngandong.

Kawasan ini memang lebih ramai, ombaknya lebih tenang, menjadikannya surga bagi wisatawan yang ingin bermain air. Snorkeling dan perahu menjadi atraksi utama, dan di tengah keramaian itulah, Jarwo menemukan rezekinya. Jarwo menjadi fotografer bagi wisatawan yang datang.

Penghasilan Harian Jarwo Paling Sedikit Rp200 Ribu

Penghasilan Jarwo sebagai fotografer pantai Gunungkidul bisa bervariasi. “Kalau sehari minimal ya Rp200 ribu. Paling banyaknya bisa tembus Rp1 juta per hari,” ujarnya, Jumat (9/5/2025) di Pantai Sadranan.

Angka tersebut bukan sekadar omongan kosong. Jarwo memiliki caranya sendiri untuk menarik pelanggan.

Saat hari libur seperti Lebaran atau libur sekolah, pendapatan Jarwo melonjak drastis.

“Libur lebaran itu mbak biasanya sekitar 5-8 hari pantai ramai, itu penghasilannya bisa Rp8-10 juta,” ungkapnya. Hal ini wajar, karena kawasan Pantai Sadranan menjadi salah satu tujuan utama wisatawan di Gunungkidul. Pasir putih, ombak tenang, dan keindahan laut biru menjadi daya tarik utama.

Sebagai seorang fotografer, Jarwo menawarkan jasa foto dengan harga yang terjangkau. “Per foto harganya lima ribu,” jelasnya.

Meski terlihat murah, jumlah foto yang diambil dan dibeli pelanggan membuat total penghasilannya menumpuk. “Biasanya rombongan keluarga itu yang paling minat, mereka bisa beli file foto sampai Rp500 ribu,” tambahnya. Setiap jepretan adalah peluang cuan baginya.

Jarwo Berprofesi sebagai Fotografer Pantai Gunungkidul Sejak 2012

Jarwo bukanlah pendatang baru di Pantai Sadranan. Ia sudah memulai profesi ini sejak 2012 dan merupakan warga lokal. “Saya sudah sejak 2012,” katanya dengan senyum tipis, mengenang awal mula perjuangannya.

Perjalanan Jarwo tidak selalu mulus. Ketika pandemi COVID-19 melanda, semua pantai di Gunungkidul ditutup. “Sempat berhenti pas pandemi COVID-19 karena lockdown semua pantai ditutup waktu itu,” ujarnya.

Kamera yang selalu ia gunakan adalah kamera yang dibelinya pada tahun 2012.

“Saya langsung beli kamera ini (ia menunjukkan) di 2012 dan sengaja beli buat kerja ini,” ungkapnya.

Saat pertama kali memilikinya, Jarwo bahkan belum paham cara mengoperasikan kamera tersebut. “Waktu beli ya belum bisa mengoperasikan, trus belajar otodidak, setiap hari dipakai lama-lama bisa,” tambahnya.

Sebelum menjadi fotografer pantai Gunungkidul, Jarwo pernah bekerja di Jogja, dekat kota, tepatnya di sebuah peternakan. Ia juga pernah merantau hingga Sumatera.

“Jelas enak di sini sekarang, hasilnya pun banyak sekarang,” tegasnya.

Kini, ia tidak hanya dikenal sebagai fotografer, tetapi juga menjadi bagian dari komunitas fotografer pantai di Gunungkidul yang jumlahnya lebih dari 90 orang.

Jarwo mengenang masa-masa ketika hasil jepretannya berupa cetakan fisik. “Sekarang kerja lebih mudah, daripada dulu zaman cetak,” katanya sambil tertawa kecil.

Baginya, era cetak menawarkan kepuasan berbeda. Hasil foto langsung terlihat nyata, dan pelanggan jarang mengeluh soal hasil.

Dulu, setiap foto cetak memiliki harga yang jelas. “Pas cetak itu 5r Rp10 ribu, trus 10r Rp20 ribu,” kenangnya.

Tidak ada tawar-menawar rumit seperti sekarang, di mana pelanggan bisa terus meminta foto diulang hingga puas.

Meskipun lebih sederhana, era foto cetak punya pesonanya sendiri. Bagi Jarwo, setiap lembar foto adalah kenangan fisik yang bisa langsung dipegang.

“Orang sekarang juga lebih suka foto-foto daripada orang zaman dulu,” ujarnya, mengamati perubahan tren.

Tantangan Jadi Fotografer Pantai Sebenarnya

Menjadi fotografer di pantai wisata bukan hanya soal mengambil gambar. “Orang nawar pasti ada, bahkan ada yang nawar seribu per foto,” ujar Jarwo.

Meski begitu, ia tetap teguh pada standar harga yang sudah disepakati bersama fotografer lain. “Kalau sampai ada yang lapor soal harga yang terlalu murah, bisa kena sanksi, diliburkan motretnya.”

Jarwo tidak hanya menghadapi tawar-menawar harga, tetapi juga harus siap menghadapi pelanggan yang tidak suka difoto.

“Kadang ada orang yang enggak suka difoto dan risih kalau difoto diam-diam. Jadi nanti kita jelaskan, kalau mau ya boleh dibeli, kalau enggak ya bakal diformat fotonya,” jelasnya.

Meskipun hari libur nasional menjadi ladang cuan, Jarwo selalu bersiap untuk masa sepi. “Biasanya hasilnya buat jaga-jaga pas sepi,” katanya bijak.

Fleksibilitas waktu adalah kelebihan, tetapi ketidakpastian pendapatan juga menjadi tantangan tersendiri.

Perlengkapan yang digunakan Jarwo pun sederhana, hanya kamera dengan lensa fixed 50mm. “Ada yang pakai lensa tele, tergantung selera fotografernya,” ungkapnya.

Namun bagi Jarwo, kuncinya bukan pada alat, tetapi pada kemauan untuk terus bergerak dan mencari momen terbaik di sepanjang Pantai Sadranan.



Exit mobile version