Menahan selama kurang lebih 9 bulan lamanya, Bank Indonesia (BI) mau tak mau mengubah suku bunga acuan. Dalam waktu dua bulan, BI telah turunkan bunga acuan atau dikenal sebagai BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebanyak dua kali. Dari 4,75% pada 20 Juli 2017 menjadi 4,50% pada 22 Agustus 2017. Kemudian berubah lagi dari 4,50% menjadi 4,25% pada 22 September 2017.
Seperti yang diketahui bunga acuan atau suku bunga acuan BI atau dikenal sebagai BI 7-day Repo Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter. Karena ini kebijakan moneter, sudah pasti bunga acuan BI yang turun berdampak pada instrumen-instrumen keuangan yang diakses masyarakat, termasuk instrumen investasi.
Jika demikian, investasi manakah yang beri keuntungan lebih saat turunnya bunga acuan BI? Sebelum melangkah ke sana, tak ada salahnya untuk mengetahui lebih dulu sebab-sebab naik atau turunnya suku bunga acuan BI.
Naik Turun Bunga Acuan BI, Apa Sebabnya?
Bunga Acuan BI Turun Akan Diikuti Turunnya Bunga Perbankan
Ada sebab-sebab yang menjadi faktor dari naik turunnya suku bunga acuan. Pertama, inflasi yang menjadi salah satu tolok ukur naik turun bunga acuan BI. Keseharian kita yang selalu terkait dengan uang pasti merasakan naik atau turunnya harga-harga barang atau jasa, termasuk barang kebutuhan pokok.
Harga-harga barang dan jasa akan naik atau turun secara umum dan terus-menerus akibat naik turunnya inflasi. Inflasi naik, harga barang dan jasa ikut naik. Begitu sebaliknya, inflasi turun harga barang dan jasa ikut turun. Melihat inflasi yang naik, BI akan menaikkan bunga acuan agar uang yang beredar diserap perbankan, baik lewat pinjaman maupun pembayaran kredit.
Kedua, pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Negara yang sedang giat-giatnya membuat ekonomi bertumbuh butuh stimulus sebagai daya dorong pertumbuhan ekonomi. Salah satunya dengan meminta Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter untuk menurunkan bunga acuan atau BI 7-day Repo Rate.
Turunnya bunga acuan BI nantinya diikuti dengan penurunan bunga kredit perbankan. Dengan begitu, kredit perbankan jadi memiliki daya pikat sehingga mendorong masyarakat untuk mengambil pinjaman. Naiknya pengambilan pinjaman tentu saja berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Investasi-Investasi Pilihan, Apa Saja Itu?
Ada Beragam Pilihan Investasi yang Membuat Uang Berkembang
Berinvestasi dipilih sebagai cara untuk melipatgandakan kekayaan yang dimiliki. Untuk bisa melakukan investasi, ada satu syarat berinvestasi yang harus dipenuhi, yaitu keuangan harus dalam kondisi sehat. Cara mengetahui sudah atau belum sehatnya kondisi keuangan adalah dengan cara menghitung alokasi pengeluaran (dalam sebulan).
Gunakan aturan 50/30/20 dalam menghitung alokasi atau budget pengeluaran. Perhitungannya, alokasikan 50% pemasukan untuk kebutuhan hidup, 30% dialokasikan untuk kredit (misalnya KPR), dan 20% dialokasikan untuk investasi atau dana darurat. Kalau pengeluaran untuk kebutuhan hidup dipersentasekan ternyata lebih dari 50%, itu tandanya keuangan Anda belum sehat. Dan Anda belum siap berinvestasi.
Nah, seandainya 50% pemasukan cukup untuk kebutuhan hidup, Anda tinggal mencari dan memilih instrumen investasi apa yang cocok untuk melipatgandakan kekayaan Anda. Beberapa investasi pilihan yang sudah dikenal berikut ini dapat jadi pertimbangan untuk menempatkan dana Anda.
Pertama, menyimpan dana yang dimiliki dalam bentuk deposito. Sebagai instrumen investasi dari lembaga perbankan, deposito adalah bentuk simpanan yang terikat jangka waktu tertentu dengan bunga sekitar 5-6%. Kelebihannya, deposito aman karena dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) asal bungaya tidak melebihi bunga yang dijamin LPS. Kekurangannya, dengan bunga 5-6%, return-nya terbilang kecil.
Kedua, membeli emas jadi pilihan berinvestasi dari zaman dulu hingga sekarang. Bahkan, terus bersinarnya harga emas beberapa tahun belakangan ini kian menarik minat banyak orang untuk berinvestasi emas. Kelebihannya, investasi emas sangat aman walaupun ada penurunan, itu tidak terjadi seketika. Kekurangannya, butuh waktu lama hingga puluhan tahun untuk menikmati keuntungan atau return investasi emas.
Ketiga, menukarkan dana yang dimiliki dengan lembaran saham. Sebagai salah satu intrumen investasi pasar modal, saham adalah bentuk investasi dengan ikut ambil bagian dalam kepemilikan sebuah perusahaan. Agar terus hidup, perusahaan biasanya menghimpun dana dari masyarakat dengan cara mendaftarkan diri ke bursa efek sebagai perusahaan go public atau terbuka (Tbk).
Kelebihannya, saham memberi keuntungan (return) yang besar yang didapat dari kenaikan harga (capital gain) dan dividen. Keuntungan dari capital gain ini diperoleh karena naiknya harga saham di bursa. Dari yang pertama kali initial public offering (IPO) dengan harga masih murah kemudian melesat jadi saham blue chips yang per lembarnya tentu saja mahal. Sementara keuntungan dari dividen diperoleh pemegang saham karena perusahaan meraih untung.
Kekurangannya, berinvestasi saham mengandung risiko. Salah mengambil keputusan dalam membeli saham di bursa, siap-siap saja untuk menanggung kerugian yang lumayan besar. Sebab bisa saja saham yang dibeli, jatuh harganya beberapa bulan kemudian.
Keempat, membeli obligasi yang diterbitkan Negara atau perusahaan untuk mendapatkan dana. Sebagai salah satu instumen investasi pasar modal, obligasi adalah istilah untuk menyebut surat pernyataan utang penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Belakangan ini Obligasi Ritel Negara (ORI) sedang tren. Negara menerbitkan ORI untuk menghimpun dana dari masyarakat.
Kelebihannya, pemegang obligasi menerima keuntungan dari kupon (bunga) dan capital gain. Sementara kekurangannya, bisa saja terjadi risiko gagal bayar dari penerbit obligasi dan rentan terhadap perubahan suku bunga, ekonomi, serta kondisi politik.
Kelima, memilih reksa dana karena tak mau ribet. Termasuk instrumen investasi pasar modal, reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan ke portofolio efek oleh manajer investasi.
Reksa dana terbagi-bagi menjadi reksa dana pasar uang (seluruh dana di investasikan dalam bentuk tabungan, deposito, atau giro), reksa dana pendapatan tetap (80% dana diinvestasikan di obligasi), reksa dana campuran (dananya diinvestasikan di saham, obligasi, dan pasar uang), dan reksa dana saham (80% dana diinvestasikan di saham).
Kelebihannya, banyak pilihan reksa dana dan mendapat bantuan Manajer Investasi (MI). Sementara kekurangannya, salah memilih reksa dana bisa jadi keuntungan besar yang diharapkan tidak didapat dan pengelolaan dana di tangan Manajer Investasi (MI) yang kurang baik.