Bukan Hanya IKN Nusantara, Ini 7 Negara dengan Ibu Kota Politik Terpisah dari Pusat Ekonomi

Diposting pada

Presiden Prabowo Subianto menegaskan rencana pemindahan Ibu Kota Negara atau IKN ke Nusantara, Kalimantan Timur, akan terealisasi pada tahun 2028. Nusantara bahkan akan ditetapkan sebagai ibu kota politik Indonesia.

Kepastian ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang resmi diundangkan pada 30 Juni 2025. 

Aturan tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 109 Tahun 2025 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025, yang disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2025 mengenai APBN Tahun Anggaran 2025.

Melalui aturan ini, pemerintah melakukan pemutakhiran narasi serta matriks pembangunan yang memuat sasaran nasional, program dan kegiatan prioritas, hingga proyek strategis dengan indikator target dan alokasi pendanaan.

“Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi Ibu Kota Politik di tahun 2028,” demikian tertulis dalam beleid tersebut, dikutip Jumat (19/9/2025).

Praktik memiliki ibu kota politik yang berbeda dari pusat ekonomi seringkali merupakan hasil dari kompromi historis, upaya untuk mengurangi kepadatan kota, atau strategi untuk menyeimbangkan kekuatan regional.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa konsep ibu kota tunggal tidak selalu menjadi satu-satunya model yang layak untuk tata kelola negara yang efektif. Hal ini juga dapat berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi masalah kemacetan, kepadatan penduduk, dan konsentrasi kekuasaan di satu wilayah.

Dari benua Asia hingga Afrika dan Amerika Selatan, negara-negara ini menawarkan studi kasus menarik tentang bagaimana fungsi-fungsi pemerintahan dapat didistribusikan untuk mencapai tujuan nasional yang lebih besar. Pemisahan ini seringkali bertujuan untuk menciptakan pusat administrasi yang lebih efisien, mengurangi tekanan pada kota-kota besar yang padat, atau bahkan untuk mencerminkan identitas nasional yang baru.

Berikut beberapa negara yang menerapkan sistem unik ini dan alasan di baliknya: 

Malaysia: Putrajaya, Pusat Administrasi Modern di Samping Kuala Lumpur

Malaysia adalah salah satu contoh negara yang memisahkan fungsi ibu kota secara jelas. Kuala Lumpur tetap menjadi ibu kota nasional, kota terbesar, pusat legislatif federal, serta pusat komersial dan keuangan utama negara. Ini menunjukkan bagaimana kota metropolitan dapat mempertahankan peran ekonominya yang vital.

Namun, Wilayah Persekutuan Putrajaya berfungsi sebagai pusat administrasi federal Malaysia. Pemindahan pusat pemerintahan federal dari Kuala Lumpur ke Putrajaya dilakukan pada tahun 1999. Langkah ini diambil untuk mengatasi masalah kepadatan dan kemacetan yang parah di Kuala Lumpur, yang semakin menghambat efisiensi pemerintahan.

Pada tahun 2003, pusat peradilan Malaysia juga dipindahkan ke Putrajaya. Kota ini dirancang sebagai kota terencana dengan infrastruktur progresif dan perhatian khusus pada konservasi lingkungan. Dengan demikian, Putrajaya menjadi contoh ibu kota politik yang modern dan berkelanjutan.

Bolivia: Dua Ibu Kota, Cerminan Sejarah dan Kompromi Politik

Bolivia memiliki dua ibu kota yang berfungsi secara berbeda, mencerminkan sejarah dan kompromi politik yang kompleks. La Paz adalah pusat pemerintahan yang menampung cabang eksekutif, legislatif, dan elektoral, menjadikannya pusat aktivitas politik sehari-hari.

Sementara itu, Sucre adalah ibu kota konstitusional dan tempat kedudukan yudikatif, khususnya Mahkamah Agung. Perpecahan ini terjadi pada tahun 1800-an karena perbedaan pandangan politik tentang masa depan negara. Sucre adalah ibu kota asli Bolivia dan tempat deklarasi kemerdekaan pada tahun 1825.

Pada akhir tahun 1800-an, La Paz menjadi kekuatan ekonomi Bolivia berkat pertambangan, dan pada tahun 1898, pemerintah pindah ke sana. Pemisahan ini merupakan kompromi politik, di mana Sucre mempertahankan peran simbolisnya, sementara La Paz mengambil alih pekerjaan administrasi yang lebih aktif.

Afrika Selatan: Tiga Ibu Kota untuk Keseimbangan Kekuasaan

Afrika Selatan adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga ibu kota resmi, masing-masing melayani cabang pemerintahan yang berbeda. Pretoria adalah ibu kota administratif, tempat cabang eksekutif pemerintah berada, termasuk kantor Presiden dan Kabinet.

Cape Town berfungsi sebagai ibu kota legislatif, tempat Parlemen Afrika Selatan bersidang untuk mengesahkan undang-undang. Sementara itu, Bloemfontein adalah ibu kota yudikatif, yang menampung Mahkamah Agung Banding. Sistem ini dirancang untuk mendistribusikan fungsi pemerintahan secara geografis.

Sistem tiga ibu kota ini didirikan pada tahun 1910 sebagai kompromi untuk menyeimbangkan pengaruh wilayah-wilayah utama Afrika Selatan setelah Perang Anglo-Boer kedua. Tujuannya adalah mencegah konsentrasi kekuasaan politik di satu kota dan mendistribusikan pengaruh serta peluang pembangunan secara lebih merata di seluruh negara.

Belanda: Amsterdam Simbolis, Den Haag Pusat Pemerintahan

Di Belanda, Konstitusi secara resmi menyebut Amsterdam sebagai ibu kota negara. Namun, peran Amsterdam lebih bersifat simbolis dan historis, sebagai kota terbesar dan pusat budaya yang penting bagi identitas nasional Belanda.

Sejak tahun 1588, Parlemen dan Cabang Eksekutif, bersama dengan Mahkamah Agung dan Dewan Negara, berlokasi di Den Haag. Ini menjadikan Den Haag sebagai pusat pemerintahan de facto, di mana sebagian besar keputusan politik dan administrasi negara dibuat dan dijalankan.

Pasal 32 Konstitusi Belanda yang direvisi pada tahun 1983 menyebutkan bahwa “Raja akan disumpah dan dilantik sesegera mungkin di ibu kota, Amsterdam“, yang merupakan satu-satunya referensi dalam dokumen tersebut yang menyatakan Amsterdam sebagai ibu kota. Asal-usul perpecahan ini terletak pada sejarah konstitusional Belanda yang unik, melibatkan ketegangan politik antara Amsterdam dan elemen politik lainnya di Republik Belanda.

Sri Lanka: Kotte untuk Legislatif, Kolombo Jantung Ekonomi

Sri Lanka memiliki dua ibu kota: Sri Jayawardenepura Kotte dan Kolombo, dengan fungsi yang berbeda. Sri Jayawardenepura Kotte adalah ibu kota administratif dan tempat kedudukan legislatif nasional, dirancang untuk menjadi pusat pemerintahan yang lebih terencana.

Sementara itu, Kolombo adalah pusat komersial dan ekonomi utama Sri Lanka, serta kota terbesar di negara itu. Kolombo tetap menjadi jantung aktivitas bisnis, perdagangan, dan keuangan yang vital bagi perekonomian Sri Lanka.

Pemerintah Sri Lanka menetapkan Sri Jayawardenepura Kotte sebagai ibu kota administratif untuk mengatasi masalah kemacetan dan kepadatan penduduk di Kolombo. Pemindahan ini juga bertujuan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan akibat kemacetan dan menyediakan fasilitas infrastruktur yang lebih baik. Meskipun Kolombo tetap menjadi pusat ekonomi, Sri Jayawardenepura Kotte terus menerima relokasi institusi pemerintah.

Nigeria: Abuja, Ibu Kota yang Dirancang untuk Netralitas

Nigeria memindahkan ibu kotanya dari Lagos ke Abuja pada tahun 1991, sebuah langkah yang didorong oleh berbagai pertimbangan strategis. Lagos, yang dulunya merupakan ibu kota, menjadi terlalu padat dan tidak lagi nyaman untuk digunakan sebagai pusat pemerintahan, menghadapi masalah infrastruktur dan kemacetan yang parah.

Abuja dipilih karena lokasinya yang sentral, berada tepat di tengah Nigeria. Pemilihan lokasi ini bertujuan untuk menghindari pemerintah federal terlalu berafiliasi dengan kelompok etnis mana pun, sehingga mempromosikan netralitas dan persatuan nasional. Ini juga merupakan upaya untuk mendistribusikan ekonomi ke seluruh negeri dan untuk alasan keamanan, karena Abuja terletak di bagian terdalam Nigeria, jauh dari daerah pesisir yang rentan.

Meskipun Abuja menjadi ibu kota politik dan administratif, Lagos tetap menjadi pusat komersial dan ekonomi Nigeria yang tak tergantikan. Pemindahan ini menciptakan sistem “mesin ganda” bagi Nigeria: satu otak (Abuja) dan satu jantung (Lagos), yang memungkinkan negara untuk tumbuh dan berkembang secara seimbang.

Tanzania: Dodoma, Pusat Pemerintahan di Jantung Negara

Tanzania mengumumkan pemindahan ibu kota nasionalnya dari Dar es Salaam ke Dodoma pada tahun 1974, dan Dodoma menjadi ibu kota resmi pada tahun 1996. Alasan utama pemindahan ini adalah untuk tujuan sosial dan ekonomi, serta untuk memusatkan ibu kota di dalam negeri, menjauhi pengaruh kolonial.

Dar es Salaam, yang merupakan ibu kota selama masa kolonial, mengalami kepadatan penduduk dan tekanan infrastruktur yang signifikan. Pemindahan ke Dodoma bertujuan untuk meredistribusi sebagian populasi dan mengurangi tekanan pada sumber daya serta layanan publik di Dar es Salaam.

Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk merangsang aktivitas ekonomi di daerah-daerah yang sebelumnya terabaikan dan untuk membuat ibu kota lebih mudah diakses, serta memupuk persatuan nasional. Dar es Salaam tetap menjadi ibu kota komersial dan maritim Tanzania, mempertahankan peran ekonominya yang vital.