BMKG: Cuaca Indonesia Jelang Akhir Pekan Jumat 17 Oktober 2025 Bakal Diguyur Hujan

Diposting pada

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan hujan ringan akan mengguyur sebagian besar wilayah RI pada Jumat (17/10/2025) jelang akhir pekan.

Hal tersebut disampaikan Prakirawan BMKG Apdillah Akbar dalam siaran YouTube di Jakarta, melansir Antara.

Berawal dari Pulau Sumatera, cuaca Indonesia di Kota Banda Aceh diprakirakan hujan ringan, sedangkan Tanjung Pinang, berpotensi hujan dengan intensitas sedang.

“Waspadai hujan petir yang dapat terjadi di wilayah Medan, Pekanbaru, dan Padang,” ujar Apdillah.

Dia menyebut, masih di Pulau Sumatera, diprakirakan hujan ringan di Kota Jambi, Bengkulu, Palembang, Pangkal Pinang, dan Bandar Lampung

“Beralih ke Pulau Jawa, diprakirakan cuaca berawan tebal di wilayah Surabaya, sementara Kota Serang, Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta berpotensi hujan ringan,” papar Apdillah.

Kemudian, lanjut dia, bergeser ke wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Mataram diprakirakan cerah berawan, sedangkan Denpasar dan Mataram akan terjadi hujan dengan intensitas ringan.

“Beranjak ke Pulau Kalimantan, cuaca diprakirakan udara kabur di Tanjung Selor, hujan ringan di Pontianak, Samarinda, dan Palangka Raya, serta hujan disertai petir yang perlu diwaspadai di Banjarmasin,” terang Apdillah.

Lalu, lanjut dia, bergerak ke Pulau Sulawesi, cuaca diprakirakan berawan di Gorontalo, dan berawan tebal di Kota Palu, Manado, dan Kendari.

“Kota Makassar diprakirakan hujan dengan intensitas ringan, sedangkan Kota Mamuju berpotensi hujan disertai petir,” kata Apdillah.

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia, Bukan Gelombang Panas

Sebelumnya, berbagai wilayah di Indonesia tengah dilanda cuaca panas yang signifikan, memicu perhatian publik dan pertanyaan mengenai penyebabnya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan penjelasan komprehensif terkait fenomena ini, menegaskan bahwa kondisi tersebut bukanlah gelombang panas (heatwave) seperti yang terjadi di negara subtropis.

BMKG mencatat suhu maksimum di Indonesia mencapai di atas 35°C dan menyebar luas. Pada 14 Oktober 2025, suhu bahkan menyentuh 37,6°C di Majalengka, Jawa Barat, dan Boven Digoel, Papua, menunjukkan intensitas panas yang tinggi.

Kondisi cuaca panas ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025, tergantung pada waktu masuknya musim hujan di masing-masing daerah. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti imbauan kesehatan dari BMKG.

BMKG secara tegas menyatakan bahwa cuaca panas yang dirasakan di Indonesia saat ini berbeda dengan gelombang panas atau heatwave. Meskipun suhu terasa sangat tidak nyaman, kondisi ini masih berada dalam batas wajar untuk wilayah beriklim tropis.

Suhu maksimum yang tercatat di beberapa daerah menunjukkan peningkatan signifikan. Pada 12 Oktober 2025, Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kupang (NTT), dan Majalengka (Jawa Barat) mencatat suhu tertinggi 36,8°C. Sehari kemudian, 13 Oktober 2025, Sabu Barat (NTT) mencatat 36,6°C.

Puncak suhu terjadi pada 14 Oktober 2025, di mana Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua) mencapai 37,6°C. Wilayah lain seperti Kalimantan, Papua, Jawa, NTB, dan NTT juga mengalami suhu maksimum antara 35–37°C, dengan Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) mencapai 37,6°C di Jatiwangi.

BMKG memperkirakan bahwa kondisi cuaca panas ini akan terus berlangsung. Durasi fenomena ini bervariasi di setiap daerah, dengan perkiraan berakhir pada akhir Oktober atau awal November 2025, seiring dengan dimulainya musim hujan.

Faktor-Faktor Penyebab Cuaca Panas Menurut BMKG

BMKG menjelaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor utama. Salah satunya adalah gerak semu matahari yang optimum, di mana pada bulan Oktober, posisi matahari berada di selatan ekuator.

Posisi ini mengakibatkan wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan, termasuk Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, menerima penyinaran matahari yang jauh lebih intens.

Akibatnya, radiasi matahari mencapai permukaan bumi secara maksimal, meningkatkan suhu udara secara drastis.

Faktor lain adalah pengaruh Monsun Australia atau angin timuran yang membawa massa udara kering dan hangat. Kondisi udara kering ini secara signifikan menghambat pembentukan awan, sehingga langit cenderung cerah dan sinar matahari dapat langsung memancar ke permukaan bumi tanpa penghalang.

Minimnya tutupan awan menjadi penyebab langsung dari terasanya panas menyengat, karena tidak ada penghalang alami yang dapat mengurangi intensitas radiasi matahari. Selain itu, masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba juga berkontribusi pada peningkatan suhu udara, di mana potensi hujan dan pembentukan awan cenderung berkurang.

Fenomena El Niño yang masih berlangsung di Samudra Pasifik turut memperkuat kondisi panas ekstrem ini. El Niño menyebabkan curah hujan menurun dan suhu permukaan laut menjadi lebih hangat di Indonesia bagian timur, menciptakan udara yang lebih kering dan panas.

Data historis menunjukkan bahwa suhu udara di wilayah Ciayumajakuning pernah mencapai 40°C pada 12 Oktober 2002 saat terjadi fenomena El Niño.