Teheran, 18 Juni 2025 – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang telah berkuasa sejak 1989, kini menghadapi krisis paling serius sepanjang masa kepemimpinannya, menyusul serangan langsung dari Israel bulan ini. Serangan tersebut memunculkan spekulasi mengenai potensi penggulingan Khamenei, terutama karena usianya yang kini 86 tahun dan isu suksesi yang semakin mendesak.
Meskipun awalnya dianggap lemah saat menggantikan pendiri Republik Islam, Ruhollah Khomeini, Khamenei secara perlahan membangun kekuatan melalui hubungan erat dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan struktur keamanan Iran. Ia menjadi tokoh sentral dalam segala kebijakan strategis negara, termasuk respons terhadap sanksi dan krisis internasional.
Kedekatannya dengan IRGC, milisi Basij, serta penguasaannya atas entitas bisnis besar bernama Setad yang mengelola aset bernilai miliaran dolar, memperkuat cengkeramannya atas kekuasaan. Di sisi lain, Khamenei juga dikenal dengan doktrin “fleksibilitas heroik”, yang memungkinkannya mengambil langkah kompromi taktis demi kelangsungan Republik Islam, seperti dalam mendukung kesepakatan nuklir 2015.
Namun, tekanan eksternal dari Israel dan dalam negeri—termasuk protes massal 2022-2023 setelah kematian Mahsa Amini—menunjukkan adanya ketegangan serius terhadap stabilitas rezim. Penolakan Presiden AS Donald Trump atas rencana Israel membunuh Khamenei turut menjadi sorotan, walau Perdana Menteri Netanyahu terus mendorong rakyat Iran untuk menentang rezim yang ada.
Krisis ini bisa mempercepat berakhirnya era Khamenei, membuka babak baru dalam politik Iran yang masih belum pasti arahnya.