JAKARTA – Sejumlah musisi ternama Indonesia menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai aturan terkait pembayaran royalti menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional pencipta karya.
Musisi seperti Raisa, Ariel NOAH, Armand Maulana, Nadin Amizah, dan Bernadya tercatat sebagai pemohon dalam perkara ini. Gugatan terutama ditujukan pada pasal-pasal yang mewajibkan pembayaran royalti atas pemutaran lagu di ruang publik, seperti kafe dan restoran, tanpa izin langsung dari pencipta.
Beberapa pasal yang digugat antara lain:
- Pasal 9 ayat (3) – Larangan penggunaan komersial ciptaan tanpa izin pencipta.
- Pasal 23 ayat (5) – Kewajiban pembayaran melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
- Pasal 81 dan 87 ayat (1) – Kewenangan lisensi dan keharusan menjadi anggota LMK.
- Pasal 113 ayat (2) – Ancaman pidana dan denda bagi pelanggaran hak ekonomi.
Dalam sidang MK pada Kamis (31/7/2025), Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pandangan kritisnya. Ia berseloroh, jika aturan diterapkan secara harfiah, maka WR Supratman, pencipta lagu “Indonesia Raya,” akan menjadi orang terkaya karena lagunya dinyanyikan seluruh warga negara setiap tahun.
Arief juga menyoroti pergeseran nilai budaya dalam seni. Ia mengingatkan bahwa dulu karya seni banyak dibuat demi kepentingan publik, bukan untuk keuntungan ekonomi pribadi. Ia pun mengimbau agar gugatan ini tidak mendorong pergeseran ke arah kapitalisme yang terlalu individualistik dan menjauh dari semangat gotong royong.
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha seperti kafe dan restoran kini enggan memutar lagu karena takut dikenai royalti, sehingga memperburuk ketegangan antara pencipta dan pengguna karya. Proses gugatan uji materi ini masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi.