AS-China Bakal Gelar Pertemuan Dagang di London, Akankah Perang Tarif Segera Berakhir?

Diposting pada

Tiga pejabat tertinggi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan bertemu dengan delegasi China di London pada Senin (9/6/2025), dalam upaya memecahkan kebuntuan perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia.

Mengutip CNA, Minggu (8/6), pertemuan ini berlangsung di tengah ketidakpastian pasar global yang masih terbayangi sengketa tarif dan perebutan kendali sumber daya strategis.

Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Trump melalui unggahan di platform Truth Social miliknya, meski tanpa rincian lebih lanjut.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok sebelumnya mengonfirmasi bahwa Wakil Perdana Menteri He Lifeng akan berada di Inggris pada 8–13 Juni. Selama kunjungan tersebut, akan digelar pertemuan pertama dari mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan antara AS dan Tiongkok.

Presiden Trump menyatakan keyakinannya bahwa pertemuan ini akan berlangsung “sangat baik,” setelah sebelumnya berbicara langsung dengan Presiden Xi Jinping dalam percakapan telepon langka pada Kamis lalu.

Kedua pemimpin juga sepakat untuk saling berkunjung dalam waktu dekat dan mendorong tim mereka untuk terus berdialog.

Kepentingan Strategis

AS dan Tiongkok sama-sama berada dalam tekanan besar untuk meredakan ketegangan. Sengketa ini tidak hanya berdampak pada perdagangan barang, tetapi juga menjerat komoditas krusial seperti mineral tanah jarang (rare earth) yang vital dalam industri teknologi tinggi.

Tiongkok merupakan eksportir dominan mineral ini, sedangkan AS menghadapi pembatasan akses terhadap produk-produk penting seperti perangkat lunak desain chip dan komponen pembangkit nuklir.

Setelah saling menerapkan tarif tinggi sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, kedua negara akhirnya mencapai kesepakatan sementara di Jenewa pada 12 Mei. Mereka sepakat untuk menurunkan sebagian bea masuk dalam jangka waktu 90 hari. Kesepakatan tersebut memicu reli pasar global dan mendorong indeks S&P 500 mendekati rekor tertinggi.

Namun, perjanjian itu belum menyentuh isu-isu mendalam yang terus membayangi hubungan bilateral, seperti perdagangan fentanil ilegal, status Taiwan, dan model ekonomi ekspor-sentris Tiongkok yang dikritik AS sebagai tidak adil.