Jakarta, 22 Juni 2025 — Iran berulang kali mengancam akan menyerang pangkalan militer Amerika Serikat (AS) setelah Negeri Paman Sam menggempur tiga fasilitas nuklir utama Teheran. Namun, sejumlah pakar menilai ancaman tersebut tidak realistis dan lebih bersifat retorika politik.
Stephen Zunes, Direktur Studi Timur Tengah di Universitas San Francisco, menyebut Iran tidak memiliki kapabilitas militer untuk menyerang wilayah AS secara langsung. Ia menilai serangan Presiden Donald Trump lebih merupakan upaya untuk mempertahankan dominasi AS di kawasan Timur Tengah, bukan karena adanya ancaman nyata dari Iran. “Iran tidak memiliki rudal atau senjata yang bisa mencapai AS,” ujarnya kepada Al Jazeera.
Zunes juga mengkritik inkonsistensi Trump, yang sebelumnya berjanji menghindari konflik baru namun justru membatalkan kesepakatan nuklir Iran 2015 dan memicu eskalasi.
Dari sisi politik Israel, analis Akiva Eldar menilai serangan terhadap Iran justru menguntungkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Popularitas Netanyahu meningkat meski ia tengah menghadapi dakwaan korupsi dan kritik atas kegagalan menangani serangan 7 Oktober 2023. “Netanyahu kini dilihat sebagai pahlawan yang memerangi ‘Nazi pascamodern‘, sebutannya untuk Iran,” ujar Eldar.
Sementara itu, Trita Parsi dari Quincy Institute mengatakan Iran tampaknya sudah mengantisipasi serangan AS. Ia menduga Iran memindahkan aset militer dan nuklirnya lebih awal, menyusul pernyataan Trump yang memberi sinyal serangan akan dilakukan. “Aset nuklir paling berharga Iran adalah uranium yang sudah diperkaya. Selama itu masih ada, kemampuan nuklir Iran tetap utuh,” katanya.
Parsi juga memprediksi bahwa Israel akan menyuarakan perlunya kampanye militer lanjutan terhadap Iran, meragukan efektivitas serangan AS yang diklaim Trump berhasil menghancurkan program nuklir Iran.