Alasan KPK Jerat Immanuel Ebenezer Dkk dengan Pasal Pemerasan

Diposting pada

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, bersama sepuluh orang lainnya sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan perusahaan yang mengajukan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Mereka sudah ditahan untuk 20 hari ke depan.

Semuanya dijerat dengan pasal Pasal 12 huruf (e)dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 joPasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan alasan penyidikan kasus ini masuk kategori pemerasan bukan penyuapan seperti yang sudah-sudah.

“Kenapa dijerat dengan pasal pemerasan, karena ada tindakan pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit bahkan tidak memproses pengajuan K3,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/8/2025).

Hasil penyelidikan KPK sebelumnya, para buruh yang mendaftarkan sertifikasi K3 ini sudah melengkapi syarat yang ditetapkan. Artinya, permohonan itu seharusnya bisa diproses. Sebab standarnya, proses penerbitan sertifikat K3 hanya memakan waktu lebih kurang sepekan.

“Tetapi kemudian untuk melakukan pemerasan itu dilakukan cara-cara untuk memperlambat prosesnya, ditambah waktu, bahkan kalau tidak menyerahkan sejumlah uang tidak diproses-proses ini,” ujarnya.

Mengacu temuan itulah, maka dalam perkara ini, ulah Immanuel Ebenezer dan tersangka lainnya lebih tepat disebut sebagai pemerasan.

“Bedanya kalau suap, dari buruhnya (syaratnya) tidak lengkap. Misalnya ada persyaratan tidak lengkap kemudian pemohon nego supaya ketidaklengkapan ini diabaikan dan tawarkan sejumlah uang, lalu petugas loloskan,” ujarnya.

Ditambahkan Ketua KPK, Setyo Budiyanto, selama ini KPK memang jarang menetapkan sebuah kasus korupsi sebagai kasus pemerasan. Berkaca dari perkara ini, dia barharap masyarakat semakin berani melapor ke penegak hukum termasuk KPK ketika menjadi korban pemerasan ketika melakukan proses pelayanan publik.

“Ini terobosan, justru bisa menjadi keberanian buat masyarakat, kalau meras diperas dan dipaska dalam proses pelayanan publik bisa dilaporkan. Saat pejabat memiliki kewenangan, kuasa tapi disalahgunakan, masyarakat bisa melaporkan ke KPK ke penegak hukum untuk dilakukan penagakan hukum,” tegas Setyo.