Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya (Kabid Humas PMJ) Kombes Ade Ary menyampaikan data kerugian diterima pihaknya, pasca aksi demo berujung anarkis. Menurut dia, kerugian diterima bersifat materil seperti gedung dan kendaraan juga fasilitas bangunan.
“Fasilitas mengalami kerusakan, tanggal 25 sampai dengan 31 Agustus 2025, Materiil/Peralatan sebanyak 3.430 unit, Kendaraan sebanyak 108 unit Fasilitas/Bangunan sebanyak 76 unit,” ujar Ade kepada awak media, Jumat (5/9/2025).
Ade menambahkan, bila dihitung secara nominal, jumlahnya bisa mencapai lebih dari Rp 180 miliar.
“Hitungannya kerugian dari 25 sampai 31 Agustus 2025 sebesar Rp180 miliar lebih,” ungkap Ade.
Selain itu, lanjut Ade, Polda Metro Jaya juga mendata, saat ini 160 anggotanya menjadi korban luka.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi atau Pemprov Jakarta juga mempunyai hitungan kerugiannya secara sendiri. Menurut Gubernur Jakarta Pramono Anung, angka kerugiannya menembus Rp 80 miliar.
Dia menjelaskan angka tersebut muncul setelah melakukan kajian, di mana sebelumnya menyebut kerugian ditaksir mencapai Rp 55 miliar.
“Dengan dua JPO tadi, ditambah beberapa CCTV di lapangan yang rusak, serta perbaikan 18 traffic light, maka total biaya kini mencapai Rp80 miliar,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Selasa 2 September 2025.
Oleh sebab itu, Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dalam proses perbaikan fasilitas yang mengalami kerusakan.
“Saya meminta bantuan kepada Kementerian PU, khususnya terkait Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Senen dan JPO di Polda, agar bisa dibantu perbaikannya oleh pemerintah pusat,” tandas Pramono.
Menghitung Kerugian Akibat Demo Ricuh
Sebelumnya, aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025 yang terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah di Indonesia berujung ricuh.
Selain fasilitas umum yang rusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, aksi itu juga membawa duka mendalam karena menimbulkan korban jiwa.
Demo yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 di sekitar Gedung DPR itu bermula menuntut pembatalan kenaikan tunjangan dan transparansi gaji DPR. Kemudian demo berlanjut pada Kamis, 28 Agustus 2025 yang menuntut tolak upah murah, hapus outsourcing dan kenaikan upah minimum nasional.
Ketegangan meningkat pada Kamis malam, 28 Agustus 2025 usai seorang driver ojek online Affan Kurniawan terlindas Rantis Brimob hingga meninggal dunia dan memicu kemarahan publik. Hal itu membuat gelombang demo berlanjut di berbagai daerah antara lain Surabaya hingga Makassar.
Gelombang demo juga membuat pasar keuangan merosot. Pada Jumat, 29 Agustus 2025, nilai tukar rupiah ditutup merosot 147 poin, sebelumnya rupiah melemah 160 poin di 16.499 dari penutupan sebelumnya 16.352.
Selain itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup tersungkur 1,53% ke posisi 7.830,49 pada Jumat, 29 Agustus 2025.
Kata Mendagri Tito Karnavian
Adapun aksi demonstrasi diwarnai pembakaran fasilitas umum, perusakan gedung DPRD, hingga penjarahan rumah pejabat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, aksi demo pada 25-28 Agustus 2025 berlangsung di 107 titik pada 32 provinsi yang sebagian berlangsung damai. Akan tetapi, tidak sedikit pula berakhir rusuh sehingga menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.
“Yang berujung kerusuhan tercatat terjadi di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Kerusuhan berupa pengrusakan hingga pembakaran, sementara di wilayah lain relatif lebih kondusif,’ kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kemendagri, Jakarta, Selasa, 2 September 2025, dikutip Rabu 3 September 2025.
Tito menuturkan, aksi di sejumlah daerah-daerah telah menyebabkan kerusakan fasilitas publik, kantor pemerintah hingga korban jiwa.
Tito mengatakan, pemerintah pusat hingga kini belum menghitung secara menyeluruh jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat aksi demo yang berujung ricuh. Aksi demo itu telah merusak sejumlah fasilitas umum hingga bangunan pemerintahan di berbagai daerah.
“Masalah kerugian karena dampak aksi anarkis, kita belum menghitung secara nasional, belum. Sedang dalam proses penghitungan,” tutur Tito.
Proses Penghitungan
Ia mengatakan, proses penghitungan kerugian masih berlangsung dan melibatkan koordinasi dengan berbagai pihak di daerah.
Ia menegaskan pemerintah perlu melihat secara detail tingkat kerusakan yang terjadi, termasuk fasilitas mana yang bisa segera diperbaiki dengan anggaran daerah.
Ia menambahkan, data kerugian ini penting agar pemerintah bisa menyiapkan langkah yang tepat dalam penanganan, baik melalui anggaran daerah maupun dukungan dari pusat.
“Dari Kepala Daerah kita minta untuk terus menggerakkan ekonomi, yang kerusakan yang sudah ada diperbaiki. Nah, kita lihat kerusakan yang kalau skalanya kecil bisa ditangani oleh pemerintah daerah dengan anggaran pemerintah daerah,” kata dia.
Tito menegaskan, pemulihan setelah kericuhan tidak boleh menghambat pergerakan ekonomi daerah. Seiring hal itu, kepala daerah diminta untuk segera melakukan perbaikan kerusakan yang terjadi. Jika kerusakan berskala kecil, maka pembiayaannya dapat ditangani langsung menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kalau bisa ke APBD. Kalau nanti APBD-nya kesulitan, ya bisa melalui mekanisme Hibah. Misalnya Hibah dari pemerintah provinsi, dari kabupaten lain yang lebih mampu. Anggarannya, fiskalnya kuat, juga bisa dari pemerintah pusat,” tutur dia.