Badan Energi Atom Iran mengonfirmasi, tiga fasilitas nuklir mereka yaitu Fordo, Isfahan, dan Natanz menjadi sasaran serangan pada Minggu dini hari 22 Juni 2025. Meski demikian, pihak Iran menegaskan tidak akan menghentikan aktivitas nuklirnya.
“Terlepas dari konspirasi jahat para musuh, kami tidak akan membiarkan pembangunan industri strategis ini terhenti. Ini adalah hasil perjuangan dan pengorbanan para martir nuklir kami,” demikian pernyataan resmi dari Organisasi Energi Atom Iran, dikutip dari laman AP, Minggu 22 Juni 2025.
Serangan tersebut merupakan aksi militer langsung pertama Amerika Serikat ke wilayah Iran, dalam upaya memperlemah program nuklir Teheran. Keputusan ini menandai eskalasi besar dalam konflik yang sebelumnya hanya melibatkan Israel dan Iran.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan sendiri serangan ini melalui media sosial.
“Kami telah menyelesaikan serangan yang sangat sukses terhadap tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordo, Natanz, dan Isfahan. Seluruh pesawat telah meninggalkan wilayah udara Iran dan kembali dengan selamat. Muatan bom terbesar dijatuhkan di Fordo,” tulis Trump.
Pernyataan resmi dari Organisasi Energi Atom Iran menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump, yang mengklaim telah meluncurkan serangan militer terhadap ketiga situs tersebut. Meski mengakui serangan tersebut, pihak Iran menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program nuklir nasional.
“Organisasi Energi Atom Iran meyakinkan rakyat Iran bahwa pekerjaan kami tidak akan dihentikan, meski menghadapi konspirasi musuh-musuh negara,” tulis pernyataan tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi pun mengumumkan akan segera bertolak ke Moskow untuk melakukan pembicaraan mendesak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Langkah ini diambil hanya beberapa jam setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dalam keterangannya kepada wartawan di Istanbul, Araghchi menekankan pentingnya hubungan strategis antara Teheran dan Moskow.
“Kami selalu berkonsultasi satu sama lain dan mengoordinasikan posisi kami,” ujar Araghchi, seperti dikutip media Iran, dikutip dari laman Politico.
1. Serangan Diumumkan Sendiri oleh Presiden AS Donald Trump
Serangan tiga fasilitas nuklir Iran yaitu Fordo, Isfahan, dan Natanz merupakan aksi militer langsung pertama Amerika Serikat ke wilayah tersebut. Serangan dilakukan dalam upaya memperlemah program nuklir Teheran.
Keputusan ini menandai eskalasi besar dalam konflik yang sebelumnya hanya melibatkan Israel dan Iran. Presiden AS Donald Trump mengumumkan sendiri serangan ini melalui media sosial.
“Kami telah menyelesaikan serangan yang sangat sukses terhadap tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordo, Natanz, dan Isfahan,” tulis Trump.
“Seluruh pesawat telah meninggalkan wilayah udara Iran dan kembali dengan selamat. Muatan bom terbesar dijatuhkan di Fordo.”
Dalam unggahan berikutnya, Trump menyebut momen ini sebagai “bersejarah” bagi Amerika Serikat, Israel, dan dunia. Ia menambahkan, Iran kini harus memilih untuk mengakhiri perang.
Meski belum ada keterangan rinci dari Gedung Putih maupun Pentagon, pembawa acara Fox News Sean Hannity mengklaim telah berbicara langsung dengan Trump.
Ia mengatakan, enam bom penghancur bunker dijatuhkan ke fasilitas Fordo, sementara 30 rudal Tomahawk ditembakkan dari kapal selam AS ke situs nuklir di Natanz dan Isfahan.
Keputusan Trump untuk menyerang Iran datang setelah lebih dari seminggu serangan udara Israel terhadap sistem pertahanan dan rudal Iran. Namun, para pejabat AS dan Israel menilai hanya pesawat pembom siluman Amerika yang mampu menghancurkan situs-situs pengayaan uranium yang berada jauh di bawah permukaan tanah.
Langkah ini menuai kekhawatiran akan perluasan konflik di kawasan. Iran sebelumnya telah memperingatkan bahwa keterlibatan langsung AS akan dibalas dengan keras.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bahkan menyebut bahwa serangan terhadap negaranya akan menimbulkan “kerusakan yang tak terperbaiki” bagi Amerika.
2. Ekspresi Donald Trump Pantau Serangan AS ke 3 Situs Nuklir Iran
Gedung Putih merilis serangkaian foto yang memperlihatkan momen Presiden Donald Trump menyaksikan langsung jalannya serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
Foto-foto tersebut memperlihatkan suasana tegang di ruang pengambilan keputusan, ketika pemimpin negara adidaya itu memantau salah satu operasi militer paling berisiko dalam beberapa tahun terakhir, dikutip dari BBC, Minggu 22 Juni 2025.
Dalam salah satu foto yang dirilis, Donald Trump tampak mengenakan topi merah ikonik bertuliskan “Make America Great Again” dengan angka “45-47” tertera di bagian samping topi.
Angka itu bukan sembarang angka — “45” menandakan bahwa ia adalah Presiden ke-45 AS, sementara “47” mencerminkan klaim dan ambisinya sebagai presiden terpilih kembali, yang menjabat kembali sebagai presiden ke-47.
Wajah Trump terlihat serius dan penuh konsentrasi, menggambarkan betapa penting dan sensitifnya keputusan yang ia ambil.
Ia duduk dikelilingi oleh para pejabat tinggi pemerintah, termasuk Menteri Luar Negeri AS dan Menteri Pertahanan. Mereka bersama-sama menyaksikan jalannya operasi yang disebut Trump sebagai “serangan militer yang sangat berhasil” terhadap tiga situs nuklir utama Iran: Fordow, Isfahan, dan Natanz.
Perilisan foto ini juga dipandang sebagai bagian dari strategi komunikasi Gedung Putih, yang bertujuan menampilkan Trump sebagai pemimpin tegas dan penuh kendali di tengah krisis global. Di tengah kecaman dan potensi eskalasi dari Iran, Trump tidak hanya menyampaikan pesan militer, tetapi juga pesan kepemimpinan politik—bahwa ia adalah arsitek dari keputusan berani ini.
3. Iran Konfirmasi Serangan AS ke Fordow, Isfahan dan Natanz: Tidak Ada Kontaminasi Nuklir
Pemerintah Iran pada Minggu 22 Juni 2025 mengonfirmasi, tiga fasilitas nuklir utama — Fordow, Isfahan, dan Natanz — menjadi sasaran serangan udara Amerika Serikat.
Meski begitu, Teheran menegaskan bahwa kegiatan nuklir mereka tidak akan berhenti dan memastikan tidak ada kontaminasi radiasi yang terjadi akibat serangan tersebut, dikutip dari laman AP, Minggu 22 Juni 2025.
Pernyataan resmi dari Organisasi Energi Atom Iran menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump, yang mengklaim telah meluncurkan serangan militer terhadap ketiga situs tersebut. Meski mengakui serangan tersebut, pihak Iran menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program nuklir nasional.
“Organisasi Energi Atom Iran meyakinkan rakyat Iran bahwa pekerjaan kami tidak akan dihentikan, meski menghadapi konspirasi musuh-musuh negara,” tulis pernyataan tersebut.
Media pemerintah Iran juga mengutip laporan dari Pusat Sistem Keamanan Nuklir Nasional yang menyatakan bahwa tidak ada pelepasan zat radioaktif yang terdeteksi setelah serangan udara tersebut. Alat detektor radiasi yang dipasang di sekitar lokasi dilaporkan tidak menunjukkan peningkatan aktivitas radioaktif.
“Tidak ada bahaya yang mengancam masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tersebut,” bunyi pernyataan tersebut, seraya menyebut bahwa semua sistem keamanan radiasi bekerja secara normal.
Sebelumnya, beberapa serangan udara Israel terhadap fasilitas nuklir Iran juga tidak menyebabkan kebocoran bahan radioaktif yang berdampak ke lingkungan sekitar.
Meski situasi masih tegang, Iran berusaha menunjukkan bahwa sistem keamanan nuklirnya tetap terjaga dan tidak mengancam keselamatan publik, di tengah meningkatnya ketegangan antara Teheran, Washington, dan Tel Aviv.
4. Menlu Iran Akan Temui Putin di Moskow
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan akan segera bertolak ke Moskow untuk melakukan pembicaraan mendesak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Langkah ini diambil hanya beberapa jam setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Dalam keterangannya kepada wartawan di Istanbul, Araghchi menekankan pentingnya hubungan strategis antara Teheran dan Moskow.
“Kami selalu berkonsultasi satu sama lain dan mengoordinasikan posisi kami,” ujar Araghchi, seperti dikutip media Iran, dikutip dari laman Politico, Minggu 22 Juni 2025.
Rusia memang menjadi salah satu sekutu utama Iran di panggung internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara telah memperkuat kerja sama militer dan teknologi, termasuk kesepakatan pasokan pesawat nirawak (drone) dari Iran untuk digunakan Rusia dalam konflik Ukraina. Sebagai imbalannya, Teheran menerima dukungan teknis untuk program nuklir sipilnya.
Namun, dinamika kawasan semakin kompleks. Kremlin selama ini juga menjaga hubungan diplomatik yang erat dengan Israel, negara yang disebut-sebut sebagai pihak yang mendorong AS untuk terlibat lebih jauh dalam menekan program nuklir Iran. Bahkan sebelum serangan Amerika Serikat terjadi, Israel sudah melancarkan operasi militer sepihak ke beberapa lokasi nuklir Iran.
Di tengah tensi yang meningkat, Rusia bersikap hati-hati. Kremlin berulang kali menyuarakan penolakan terhadap upaya perubahan rezim di Iran, dan memperingatkan bahaya jika stabilitas politik Iran terguncang. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov sebelumnya menyebut wacana mengenai pembunuhan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai sesuatu yang “tidak dapat diterima,” seraya memperingatkan bahwa hal itu akan “membuka kotak Pandora” dan berisiko memicu ekstremisme di dalam negeri.
Kunjungan mendadak Araghchi ke Moskow dipandang sebagai sinyal bahwa Teheran tengah menghimpun dukungan strategis dalam menghadapi tekanan militer dan diplomatik dari Barat. Pembicaraan dengan Putin diperkirakan akan fokus pada respons politik dan pertahanan bersama terhadap perkembangan terbaru di kawasan.
5. Iran Siap Balas Serangan Amerika
Di tengah memuncaknya ketegangan di Timur Tengah, Iran memperingatkan akan adanya “konsekuensi berat” bagi Amerika Serikat (AS) setelah AS bergabung dengan pasukan Israel untuk menyerang tiga lokasi nuklir di Iran pada Minggu 22 Juni 2025.
Televisi pemerintah Iran menyatakan bahwa “setiap warga negara atau personel militer AS” di Asia Barat kini menjadi “target” setelah serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Hossein Shariatmadari, orang dekat Pemimpin Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei dan pemimpin redaksi surat kabar garis keras Kayhan, menulis editorial pada Minggu yang menyerukan kepada pasukan Iran untuk menyerang armada laut AS di Bahrain dan menutup Selat Hormuz bagi kapal-kapal AS, Inggris, Jerman, dan Prancis.
“Sekarang giliran kita untuk bertindak tanpa penundaan. Sebagai langkah pertama, kita harus meluncurkan serangan rudal terhadap armada laut AS di Bahrain dan secara bersamaan menutup Selat Hormuz bagi kapal-kapal AS, Inggris, Jerman, dan Prancis,” tulisnya seperti dilansir NDTV.
Editorial yang ditulis Shariatmadari ini menyusul peringatan langsung dari Khamenei sendiri, yang sebelumnya memperingatkan AS akan adanya konsekuensi berat atas intervensi militernya.
Sementara Iran merencanakan langkah balasannya, sejumlah pangkalan militer utama AS di Timur Tengah menjadi sorotan karena dinilai bisa menjadi target.
Di seluruh Timur Tengah, AS dilaporkan menempatkan lebih dari 40.000 tentara di berbagai pangkalan militer dan kapal perang milik AS—yang berada di bawah komando militer AS untuk kawasan tersebut, yaitu Komando Pusat AS (CENTCOM). Konsentrasi utama pasukan AS di kawasan ini berada di Qatar, Bahrain, Irak, Suriah, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Berikut sejumlah pangkalan utama AS di Timur Tengah:
Bahrain: Armada Kelima Angkatan Laut AS dan Komando Pusat Angkatan Laut AS bermarkas di Bahrain—sebuah kerajaan kecil di Teluk yang memainkan peran strategis bagi AS di kawasan Teluk Persia sejak lama hingga sekarang.
Pelabuhan laut dalam milik Bahrain mampu menampung beberapa kapal militer terbesar milik AS, termasuk kapal induk. Pangkalan ini menjadi rumah bagi empat kapal pemburu ranjau AS dan dua kapal pendukung logistik. Menurut laporan The Times of Israel, Penjaga Pantai AS juga mengoperasikan kapal-kapalnya di negara tersebut.
Pangkalan ini telah digunakan oleh Angkatan Laut AS sejak tahun 1948, ketika masih dioperasikan oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Qatar: Pangkalan Udara Al Udeid, yang merupakan pangkalan militer terbesar milik AS di Timur Tengah, terletak di Qatar. Pangkalan ini dilaporkan menjadi markas bagi komponen terdepan Komando Pusat AS (CENTCOM), serta menampung kekuatan angkatan udara dan pasukan operasi khusus AS di kawasan.
Al Udeid menjadi lokasi penempatan bergilir pesawat-pesawat tempur AS, sekaligus markas bagi Wing Ekspedisi Udara ke-379—satuan udara tempur yang dapat dikerahkan untuk berbagai operasi militer di wilayah tersebut.
Irak: AS memiliki berbagai instalasi militer di Irak, termasuk Pangkalan Udara Al Asad di Provinsi Al-Anbar dan Pangkalan Udara Al Harir di Erbil. Baghdad bukan hanya sekutu dekat Washington sejak perang 2003, namun juga merupakan musuh bebuyutan Iran di kawasan.
Negara ini menampung sekitar 2.500 tentara AS sebagai bagian dari koalisi internasional dalam perang melawan ISIS.
Iran pernah menargetkan Pangkalan Udara Al Asad pada 2020, setelah terbunuhnya pemimpin Pasukan Quds Qasem Soleimani. Pangkalan Udara Al Harir pernah menjadi sasaran serangan drone yang dilancarkan oleh kelompok proksi Iran.
Suriah: Selama bertahun-tahun, AS mempertahankan kehadiran militer di sejumlah instalasi di Suriah sebagai bagian dari upaya internasional melawan kelompok ISIS, yang muncul dari perang saudara di negara itu dan sempat menguasai sebagian besar wilayah Suriah serta negara tetangganya, Irak. Garnisun Al Tanf milik AS terletak di wilayah selatan Suriah, dekat perbatasan dengan Irak dan Yordania.
Kuwait: Kuwait menjadi tuan rumah bagi beberapa pangkalan militer AS, termasuk Pangkalan Udara Ali al-Salem yang terletak sekitar 32,19 km dari perbatasan Irak. Pangkalan ini menampung anggota Wing Ekspedisi Udara ke-386 Angkatan Udara AS, satuan yang bertanggung jawab atas pengangkutan logistik dan pasukan di kawasan.
Pangkalan Ali al-Salem dikenal sebagai pusat pengangkutan udara utama dan gerbang strategis untuk mengirimkan kekuatan tempur kepada pasukan gabungan dan koalisi di Timur Tengah.
Uni Emirat Arab (UEA): Pangkalan Udara Al Dhafra milik AS terletak di Uni Emirat Arab dan menjadi markas bagi Wing Ekspedisi Udara ke-380 Angkatan Udara AS. Satuan ini mengoperasikan jet tempur F-22 Raptor, serta berbagai jenis pesawat pengintai dan drone, termasuk MQ-9 Reaper.
Selain itu, Pangkalan Udara Al Dhafra juga menjadi lokasi Gulf Air Warfare Centre, fasilitas pelatihan pertahanan udara dan rudal yang digunakan untuk memperkuat kemampuan tempur serta koordinasi operasi udara antara AS dan sekutunya di kawasan.