212 Merek Beras Diduga Oplosan, Pemerintah Diminta Perbaiki Sistem Distribusi dan Pengawasan

Diposting pada

Jakarta, 15 Juli 2025Pemerintah mengumumkan sebanyak 212 merek beras medium dan premium di 10 provinsi diduga terlibat praktik pengoplosan. Temuan bermula dari penggerebekan gudang di Serang, Banten, yang mengoplos beras Bulog menjadi merek dagang seperti Ramos dan Bantuan Pangan Bapanas. Beras tersebut telah dipasarkan sejak 2019 di wilayah Bogor, Tangerang, Serang, dan Cilegon, dengan keuntungan mencapai Rp732 juta hanya dalam empat bulan terakhir.

Hasil uji kualitas Kementerian Pertanian terhadap 268 sampel menunjukkan:

  • 85,56% beras premium tidak memenuhi standar mutu.
  • 59,78% beras premium dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
  • 88,24% beras medium tidak sesuai standar SNI.
  • 95,12% beras medium dijual melebihi HET.

Pengamat dari AEPI, Khudori, menyebut akar masalah terletak pada ketimpangan harga antara HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah dan HET beras. Ia menyebut sistem saat ini membuka celah bagi pelaku usaha untuk mengakali produksi dan menyebut kasus ini sebagai “kejahatan berjemaah”.

Sementara itu, analis dari CORE, Eliza Mardian, menyoroti lemahnya pengawasan distribusi beras Bulog, yang disebut rawan kebocoran hingga 80%. Ia mendorong pembentukan satgas khusus mafia beras, di luar Satgas Pangan yang ada saat ini.

Pengamat dari IPB, Edi Santosa, juga mengkritisi bebasnya akses pembelian beras langsung dari penggilingan, yang dinilai membuka ruang penyalahgunaan. Ia mendorong penerapan sistem pelacakan digital (traceability) seperti di negara maju untuk memastikan asal-usul dan mutu beras.

Para ahli sepakat bahwa reformasi sistem pengawasan, distribusi, dan regulasi diperlukan untuk menekan praktik curang dan memastikan kualitas serta keterjangkauan beras bagi masyarakat.

Ask ChatGPT